Kumpulan 5 Buah Tulisan Utama KATAKAMI Untuk Presiden AS Barack Hussein Obama, yang dimuat di Situs Barack Obama. Anda dapat mengaksesnya, Klik URL ini :
Jakarta 18 April 2009 (KATAKAMI) Kadang-kadang, ada manusia yang sulit untuk membaca tanda-tanda perubahan zaman yang arahnya sudah begitu positif dan sangat pantas dihargai.
Radio BBC London memberitakan tentang diumbarnya rasa kecewa kelompok HAM tertentu kepada Presiden AS Barack Obama yang dinilai enggan mengadili agen-agen rahasia Dinas Intelijen AS (CIA) karena menggunakan teknik integorasi yang kejam sepanjang era kepemimpinan Presiden BUSH.
Kita simak dulu berita selengkapnya dari Radio BBC London :
16 April, 2009 - Published 20:58 GMT
Obama membuat kecewa
Kelompok hak asasi manusia di Amerika Serikat menyatakan kecewa bahwa agen CIA tidak akan diadili dalam soal teknik interogasi di masa Bush.
Para pegiat menyambut baik keputusan Gedung Putih menerbitkan rincian teknik interogasi yang sekarang sudah dilarang oleh Presiden Barack Obama.
Namun kelompok hak asasi mengatakan keputusan untuk tidak mengadili para agen itu merupakan kegagalan menegakkan hukum di negara tersebut.
Yang lainnya membela dengan mengatakan integorasi itu telah membuat Amerika Serikat lebih aman.
Mantan ketua CIA, Michael Hayden, yang menjalankan badan tersebut di bawah kepemimpinan Bush mengatakan langkah Gedung Putih ini akan mengganggu tugas-tugas intelejen, dan membuat badan asing enggan berbagi informasi dengan CIA.
Penerbitan laporan
Sebelumnya, Amerika Serikat menerbitkan empat memo rahasia yang merinci alasan hukum untuk cara interogasi CIA yang dilakukan pada masa Bush.
Para pengkritik program interogasi itu mengatakan cara yang digunakan itu sama dengan penyiksaan.
Presiden Barack Obama juga menerbitkan satu pernyataan yang menjamin bahwa tidak ada staf CIA yang akan dihukum karena perbuatan mereka dalam program interogasi itu.
Sebagian orang di CIA menghendaki agar sejumlah bagian memo itu tidak dipublikasikan, khawatir kalau-kalau penerbitan secara penuh akan memicu gugatan hukum terhadap para agen rahasia, kata laporan itu.
Penerbitan memo-memo itu berasal dari permintaan kelompok pembela hak sipil American Civil Liberties Union (ACLU).
Teknik kejam
Tiga di antara dokumen tersebut dtulis pada bulan Mei 2005 oleh orang yang waktu itu menjabat kepala Kantor Penasihat Hukum Departemen Kehakiman, Stephen G. Bradbury.
Mereka memberikan dukungan legal untuk penggunaan kombinasi berbagai teknik pemaksaan, dan menyimpulkan bahwa cara yang dipakai CIA tidak “kejam, tak manusiawi, atau melecehkan” berdasarkan hukum internasional.
Obama, adalah pemimpin yang konsisten pada janjinya. Ini yang harusnya sangat cepat disadari, dikenali, dirasakan dan diakui oleh rakyat AS sendiri. Walaupun bergabung dalam sebuah wadah kelompok pembela hak sipil sekalipun, American Civil Liberties Union (ACLU) harus adil dan cerdas dalam “membaca” bagaimana karakter kepemimpinan yang membanggakan dari Obama.
Memang betul bahwa berbagai tindak penyiksaan yang terjadi sepanjang masa pemerintahan Presiden Bush terkait penanganan terorisme, sangat amat memalukan bagi AS.
Itulah sebabnya, Obama menjanjikan bahwa jika ia terpilih sebagai Presiden AS maka yang pertama akan dilakukannya adalah menutup kamp tahanan Guantanamo di Kuba.
Dan apa yang terjadi ?
Persis di hari pertama Obama bekerja secara resmi di Gedung Putih sebagai Presiden AS yang ke-44, memo pertama yang ditanda-tanganinya adalah keputusan untuk menutup Penjara Guantanamo dengan kebijakan bahwa penutupan itu secara resmi akan dilakukan paling lambat satu tahun setelah keputusan itu ditanda-tangani. Artinya, Penjara Guantanamo akan ditutup pada bulan Januari 2010.
Kami menuliskan hal ini secara khusus lewat tulisan berjudul “Misteri Angka Satu Presiden Obama Yang Antiklimaks”.
Mengapa kami sebut antiklimaks ?
Ya sebab masa satu tahun itu termasuk sangat lama untuk dinantikan oleh para tahanan yang ada di Penjara Guantanamo, jika patut dapat diduga penjara itu hanyalah kedok untuk melakukan berbagai tindakan penyiksaan kepada warga negara asing yang ditangkapi seenaknya saja dan ditahan disana hanya untuk disiksa. Tidak ada proses hukum yang diberikan dan tidak ada juga akses apapun yang diberikan kepada negara yang menjadi tanah kelahiran atau tempat asal para tahanan disana.
Sehingga, keputusan untuk menutup setahun ke depan rasanya terlalu lama. Mengapa bukan menutupnya sebulan setelah Presiden Obama menanda-tangani keputusan itu ?
Bayangkan kalau dalam sehari saja, semua tahanan disana tetap mendapatkan penyiksaan fisik. Maka, mereka harus sangat tabah dan kuat sekuat-kuatnya untuk tetap disiksa selama 364 hari berturut-turut. Alangkah lamanya penderitaan itu.
Iya kalau misalnya mereka memang bersalah. Tapi bagaimana kalau mereka samasekali tidak bersalah ?
Hak apa yang mau dikedepankan untuk menjadi pembenaran bahwa agen-agen rahasia CIA dan seluruh petugas disana bisa menyiksa warga negara orang lain “seenak udel-nya sendiri” ?
Tetapi, fokus utama yang harus dicermati disini adalah Presiden Obama menepati janjinya untuk menutup penjara itu.
Entah itu sebulan atau setahun kemudian, tetapi state policy atau kebijakan negara (AS) sudah dikeluarkan dan tak bisa ditarik lagi.
Presiden Obama tak berhenti sampai disitu. Ia membuka kepada publik tentang adanya memo-memo rahasia yang membenarkan dan menjadi landasan bagi agen-agen rahasia CIA melakukan teknik integorasi dengan cara penyiksaan fisik yang begitu kejam.
Secara politik, patut dapat diduga kebijakan pemerintahan Presiden Obama membuka rahasia era Bush kepada publik terkait kekejaman teknik interogasi itu bisa dipandang sebagai sebuah sign atau tanda kepada Bush dan jajarannya bahwa mereka punya banya kelemahan dan kekurangan yang bersifat fatal sekali.
Secara politik, patut dapat diduga Presiden Obama bermaksud untuk meminta perhatian dari seluruh perangkat yang bertugas dibawah pemerintahan Bush agar jangan coba-coba untuk membuat lebih banyak permasalahan yang merepotkan AS (terutama pemerintahan Obama sendiri).
Lalu, kalau sekarang Presiden Obama yang dinilai mengecewakan karena “state policy” yang dikeluarkan tidak mencakup proses hukum terhadap seluruh agen rahasia CIA yang melakukan penyiksaan itu, hal ini justru menjadi tanda tanya besar.
Lho, mengapa Obama yang dipersalahkan ?
Dengan menilai bahwa Obama mengecewakan karena tidak memerintahkan agar para agen rahasia CIA diadili, maka penilaian ini yang justru keliru dan perlu diluruskan.
Obama tidak mengecewakan siapapun, entah itu rakyat AS atau publik dunia.
Pasti ada sesuatu yang sifatnya sangat mendasar sehingga ditempuh kebijakan yang formatnya memberikan nuansa yang sangat “win-win solution”.
Proses peradilan yang dituntutkan kepada para agen rahasia CIA itu, tak mungkin hanya dilakukan kepada para agen rahasia tersebut. Tetapi harus terus bergulir sampai ke tingkat atas.
Bahkan, sampai kepada orang per orang yang menuliskan memo-memo rahasia berisi landasan atau menjadi pegangan bagi “aparat dibawah” untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh atasan.
Bukan tak mungkin, proses peradilan itu bisa menembus ke Pejabat Gedung Putih semasa pemerintahan Presiden Bush.
Hingga puncaknya, justru patut dapat diduga bisa menjadi bumerang yang menempatkan Mantan Presiden Bush sebagai tersangka (juga).
Yang menjadi akar permasalahan terkait penyiksaan-penyiksaan kepada para tahanan di Penjara Guantanamo itu, sekarang sudah diredam, dikendalikan, ditekan dan dihilangkan oleh Presiden Obama.
Pelan-pelan, penjara Guantanamo akan ditutup.
Pelan-pelan, sambil menunggu proses penutupan itu maka seluruh landasan atau pegangan tertulis yang menjadi alat pembenaran terjadinya penyiksaan-penyiksaan kepada para tahanan sudah dicabut oleh Presiden Obama.
Para tahanan yang memang bisa dikembalikan ke negara asalnya masing-masing, sudah mulai dkembalikan. Lalu sisanya, dialihkan ke beberapa negara yang memang bersedia menampung para tahanan Guantanamo.
Kadang-kadang, tudingan yang asbun atau asal bunyi saja tetapi mengatas-namakan Hak Azasi Manusia (HAM), justru mengundang rasa prihatin dari publik dunia.
Apakah terlalu sulit untuk kelompok HAM tersebut untuk memberikan waktu dan kesempatan kepada Presiden mereka sendiri untuk membenahi betapa morat-maritnya penanganan terorisme sepanjang masa pemerintahan Presiden Bush ?
Jangan karena membawa isu HAM, maka dianggap sah-sah saja menuding Presiden Obama begini dan begitu dalam konotasi negatif.
Apa yang telah dilakukan oleh Presiden Obama selama 3 bulan pertama masa kekuasaannya ini terkait penanganan terorisme, sudah sangat baik sekali dan patut dihargai oleh siapapun.
Obama memberikan atmosfir yang kondusif dalam hal penanganan terorisme. Ia tak mau lagi secara bombastis mengumbang motto PERANG MELAWAN TEROR.
Obama tak mau lagi, atas nama PERANG MELAWAN TEROR maka AS memamerkan arogansi kekuasaan dan terus bertindak sewenang-wenang. Dan tindakan sewenang-wenang itu, patut dapat diduga ditiru juga oleh segelintir orang yang selama ini dilatih dan diberi kemudahan dalam segala peningkatan kemampuan diri masing-masing dalam hal penanganan terorisme di di negara-negara tertentu.
Ya bayangkan saja, sepanjang Bush berkuasa (pasca serangan teroris 11 September 2001 di AS), begitu atraktif dan agresif sekali terjadi peledakan-peledakan bom di beberapa negara.
Termasuk di Indonesia.
Waduh, seperti langganan saja. Periode 2000, 2002, 2003, 2004 dan 2005 Indonesia terus mendapatkan serangan peledakan bom dalam kategori HIGH EXPLOSIVE.
Katanya sudah pada dilatih oleh AS dalam menangani terorisme, yang terjadi masalah semakin merajalelanya tindak pidana terorisme itu di Indonesia.
Yang mau dikatakan disini adalah Presiden Obama bukan cuma sekedar wacana dalam kaitan pemulihan metode penanganan teror yang sempat menjadi sangat menyimpang pada era pemerintahan Presiden Bush.
Ada “action” atau tindakan nyata dari Presiden Obama yang benar-benar sangat mengagumkan. Dia lakukan sesuatu sesuai dengan otoritas dan kewenangan yang dapat digunakannya sebagai seorang Kepala Negara.
Bagaimana mungkin, agen-agen rahasia CIA itu dapat diseret ke muka hukum jika ternyata pada kenyataannya ada surat tertulis yang keluar dari GEDUNG PUTIH berisi perintah resmi untuk menginterogasi para tahanan terorisme lewat metode yang kejam tadi ?
Para agen rahasia CIA itu tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dari perintah atasan. Ya, mereka tidak melakukan yang disebut sebagai in sub ordiansi.
Kalau para agen rahasia CIA itu dituntut dan diseret misalnya ke muka hukum, maka patut dapat diduga para agen rahasia ini bisa berbalik menuntut jika ternyata tugas-tugas yang sudah mereka laksanakan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
Lain halnya, kalau misalnya ada petugas yang berinisatif menyiksa sendiri para tahanan itu. Tetapi yang terjadi disini adalah kebalikannya. Ada perintah resmi dari Gedung Putih, lewat memo-memo rahasia yang dibongkar dan dibuka oleh Pemerintahan Presiden Obama.
Jadi, salah besar kalau dikatakan bahwa Presiden Obama sangat mengecewakan kelompok pembela hal sipil (ACLU) tadi.
Kami tidak sependapat.
Presiden Obama sudah melakukan hal yang benar dan terpuji. Ia justru harus didukung untuk terus melakukan PERBUAHAN atau CHANGE sehingga AS dapat menjadi negara adidaya yang sangat mengagumkan.
Jadi, janganlah ada yang asbun menuding bahwa seolah-olah Obama mengecewakan dan tidak memahami duduk persoalan.
Pahami dong duduk persoalannya. Sadari apa yang menjadi esensi dari kebijakan-kebijakan AS.
Presiden Obama , kini seakan menjadi sebuah alunan melodi yang terdengar indah di telinga siapa saja di belahan dunia ini, saat dengan kesungguhannya Obama membenahi apapun juga yang selama ini memang kurang baik atau tidak pantas untuk menjadi bagian dari sistem pemerintahan sebuah bangsa yang terhormat bernama AMERIKA SERIKAT.
Meredam dan memerangi terorisme, bukan dengan cara mengobarkan secara lebih parah mata api perlawanan dari pelaku-pelaku terorisme itu sendiri atau orang-orang tertentu yang berkedok sebagai “teroris” padahal justru berniat untuk “cari makan” atau menggali harta karun yang bisa dikeruh dari rusaknya nilai-nilai peradaban manusia akibat dihajar oleh kekejaman terorisme.
Tak benar jika disebut Obama mengecewakan.
Yang benar adalah Presiden Obama sudah melakukan sesuatu yang benar seturut dengan kebijakan negara yang kini dipimpinnya, agar kebijakan itu tidak menimbulkan guncangan stabilitas (terutama didalam negara mereka sendiri).
Ke depan diharapkan, Presiden Obama sungguh serius untuk mengendalikan sebuah perangkat didalam sistem pemerintahannya agar jangan lagi ada keputusan, kebijakan atau tindakan yang menyalahi ketentuan hukum atau aturan yang berlaku dalam hal penanganan terorisme.
Juga diharapkan, agar Presiden Obama sungguh serius untuk menggunting secara cepat kesengajaan pihak tertentu di berbagai negara asing yang sengaja mengeruk keuntungan dari kocek anggaran AS selama bertahun-tahun terakhir ini atas nama penanganan terorisme.
Singkirkan dan hindari semua benalu-benalu yang cara hidupnya sudah menggerogoti AS dan negara yang menjadi basis gerakan oknum aparat di INDONESIA misalnya, yang patut dapat diduga menjadikan isu terorisme sebagai komoditi dagangan dan ladang emas yang mendapatkan seribu satu macam keuntungan.
Dukung Obama dalam membenahi semua penyimpangan dan ketimpangan terkait penanganan terorisme.
Dengan semua respek yang kita punya maka ketegasan dan keberanian Presiden Obama untuk melakukan pembenahan yang bersifat menyeluruh itu sangat pantas untuk dihargai dan didukung sepanjang masa pemerintahan Obama.
You are the best, Mr President !
(MS)
JAKARTA 17 APRIL 2009 (KATAKAMI) Persis tanggal 20 April mendatang, Presiden Barack Obama memasuki bulan ke-3 memerintah di Amerika Serikat. Pemimpin muda yang tak cuma membuat rakyat AS saja yang terkesima atas kecerdasannya.
Tahun 2007 silam, saat dimana INDONESIA belum begitu “welcome” terhadap figur Obama yang sudah mengumumkan bahwa dirinya akan melangkah maju pada Pilpres AS 2008, Pemimpin Redaksi KATAKAMI telah meyakini bahwa Obama akan memenangkan pertarungan itu.
Sehingga, sejumlah petinggi di negara ini (yang tak usah kami sebutkan namanya), mendapat pemberian sederhana dari Pemimpin Redaksi KATAKAMI yaitu buku biografi Barack Obama yang sudah mulai dijual di Toko Buku Gramedia. Kami memberikan buku itu sebagai alternatif bacaan tentang akan munculnya seorang pemimpin baru yang relatif berusia muda di blantika perpolitikan AS.
Barangkali saat memasuki tahun 2007, banyak orang yang belum yakin bahwa Obama punya kans yang besar untuk menang. Tapi kami mempunyai firasat yang baik bahwa pemimpin muda yang satu ini memang akan memenangkan pertarungan politik di AS. Ia bukan cuma seorang orator yang ulung. Tetapi dari setiap kalimat yang diucapkannya, ada daya tarik yang bagaikan magnet akan menarik perhatian dan kepercayaan dari siapa saja yang mendengarnya.
Bahkan, dalam hitungan waktu yang mundur ke belakang, saat Pemimpin Redaksi KATAKAMI masih bekerja sebagai wartawati di Radio Voice Of America (VOA) - untuk periode 2003-2008 - pada masa awal Obama memulai debutnya sebagai kandidat Capres di AS yaitu tahun 2006 kami sudah membuka situs dari Obama dan mendaftarkan alamat EMAIL kami untuk terus dikirimi kabar terbaru tentang Obama. Padahal, beberapa rekan senior kami di Radio Voice Of America (VOA) sendiri yaitu mereka yang sudah puluhan tahun tinggal di AS, belum mengetahui bahwa Obama membuka situs pribadi dan rutin mengirimi kabar terbaru tentang debut politiknya.
Saat ini, Presiden Obama berada di Meksiko dan telah mengadakan pembicaraan Tete A Tete atau pembicaraan empat mata dengan Presiden Meksiko
Dari laporan Radio Voice Of America (VOA) disebutkan bahwa Presiden Obama dan Presiden Meksiko Felipe Calderon telah menyepakati kerjasama untuk melawan perdagangan narkoba, Kamis (16/4/2009).
Obama memuji usaha Meksiko untuk menumpas kartel narkoba dan mengatakan Amerika Serikat akan melakukan bagiannya untuk menanggulangi permintaan Amerika akan narkoba dan arus senjata dan uang tunai di perbatasan. Ia mengatakan demikian setelah bertemu dengan Presiden Calderon di Kota Meksiko.
Obama mengatakan ia menghendaki Kongres Amerika menyetujui perjanjian yang membatasi ekspor senjata Amerika ke negara-negara Amerika Latin dan terus mendanai program yang akan memberi kepada Meksiko helikopter militer untuk membantu perang narkoba.
Barangkali kami salah dan mohon maaf jika kami memang salah, rasanya pernyataan terbuka Presiden Obama di Meksiko tentang PERANG MELAWAN NARKOBA ini adalah pernyataan terbuka pertama sejak ayah dari 2 anak ini resmi menjabat sebagai PRESIDEN AS yang ke-44.
Tapi, entah itu memang pernyataan terbuka yang pertama atau yang ke berapapun juga, satu hal yang disayangkan dari Presiden Obama.
Apakah kerjasama dan konsistensi AS dalam memerangi NARKOBA itu hanya ditujukan kepada Meksiko ?
Tidakkah Obama mengetahui atau menyadari bahwa negara-negara lain di dunia ini, sungguh juga ingin agar AS dengan sangat sungguh-sungguh memberikan bantuan yang serius dan kuat sekali dalam memerangi NARKOBA ?
Termasuk Indonesia, cq MABES POLRI, tentu memerlukan dukungan yang lebih kuat dari AS dalam memerangi NARKOBA.
Dari Situs Resmi MABES POLRI (WWW.POLRI.GO.ID) diperoleh data resmi hasil kerja Jajaran Direktorat IV (Narcotics And Organized Crimes) Bareskrim POLRI pada pertengahan April 2009 ini bahwa kasus tindak pidana narkoba periode 2009 yang berhasil ditangani sampai bulan Februari 2009 adalah 803 kasus narkoba dengan penetapan status tersangka kepada 1068 orang, kasus psikotropika sebagai 973 dengan jumlah tersangka 1299 orang.
Tentu kinerja yang sebaik ini memang pantas dihargai.
Dan yang perlu ditekankan juga kepada MABES POLRI adalah kesungguhan dalam pemberantasan narkoba itu sendiri. Artinya, tidak dibiarkan jika patut dapat diduga ada oknum-oknum didalam internal MABES POLRI yang justru terlibat dalam perdagangan gelap narkoba di tingkat nasional dan internasional.
Jangan dibiarkan juga, jika patut dapat diduga ada oknum POLRI yang “main mata” dengan oknum KEJAKSAAN dalam melakukan kongkalikong untuk meraup uang panas dari kasus-kasus narkoba dengan seribu satu macam akal busuk yang dirancang dan disepakati bersama.
Jangan dibiarkan juga, jika patut dapat diduga ada permainan pada pasal-pasal yang bisa ditetapkan dalam kasus narkoba dan dari pemilihan pasal-pasal hukum itu dapat diraup keuntungan yang tak ternilai harganya.
Jangan dibiarkan juga, jika patut dapat diduga bergelimpangannya barang bukti narkoba menjadi sasaran empuk oknum polisi dan jaksa untuk menjualnya kembali ke “pasaran” atau mengkonsumsinya sendiri.
Jangan dibiarkan juga, jika patut dapat diduga ada bandar dan mafia narkoba kelas KAKAP (bahkan kelas IKAN HIU dan IKAN PAUS) yang diloloskan dari jerat hukum oleh oknum PERWIRA TINGGI POLRI.
Dalam hal ini contoh yang sangat nyata adalah kasus bandar dan mafia narkoba LIEM PIEK KIONG alias MONAS, yang patut dapat diduga sudah 3 kali berturut-turut diloloskan dari jerat hukum yang memungkinkan diri si bandar keparat ini mendapatkan VONIS MATI dari majelis hakim.
Bayangkan, bandar dan mafia narkoba MONAS ini terakhir kali ditangkap JAJARAN POLRI pada bulan Agustus 2007 di Apartemen Taman Anggrek Jakarta Barat dengan barang bukti 1 JUTA PIL EKSTASI.
Dari 9 orang yang ditangkap, hanya 3 orang saja yang diajukan oleh PENYIDIK POLRI kepada pihak KEJAKSAAN dan ketiga telah mendapatkan VONIS MATI dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Salah seorang diantara yang mendapatkan VONIS MATI itu adalah CECE (isteri dari bandar dan mafia narkoba MONAS) yang saat ini ditahan di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur dan dari balik jeruji besi tetap mengendalikan perdagangan gelap narkoba.
Sedangkan yang 6 orang (salah seorang diantaranya adalah MONAS, sang bandar dan mafia pemilik1 JUTA PIL EKSKTASI itu) justru dibebaskan dari jerat hukum pada kasus narkoba Taman Anggrek. Lalu yang 5 orang lainnya itu adalah sekelas MONAS juga alias rekan sesama bandar dan mafia narkoba, dimana sampai detik ini MONAS dan kelima bandar keparat itu tak pernah lagi kelihatan batang hidungnya pasca penangkapan di Apartemen Taman Anggrek (November 2007).
Sebenarnya, betapa malunya kita sebagai sebuah bangsa bahwa ada fakta seperti ini di Indonesia.
Sebenarnya, betapa malunya kita sebagai sebuah bangsa bahwa patut dapat diduga seorang PERWIRA TINGGI POLRI yang ditugasi memberantas narkoba di negeri ini malah menjadi BEKING UTAMA dari sindikat para bandar dan mafia narkoba internasional.
Sedihnya lagi, oknum PERWIRA TINGGI POLRI yang patut dapat diduga menjadi beking utama tersebut justru merupakan KOLEGA dari Aparat Penegak Hukum AS (terutama FBI dan DEA). Sehingga, pada era pemerintahan Presiden Barack Obama, FBI dan DEA harus membuka matanya secara lebar-lebar (Please open your eyes, man !) agar mulai detik ini mereka memasukkan nama oknum PERWIRA TINGGI yang patut dapat diduga sebagai beking dari sindikat bandar dan mafia narkoba internasional itu ke dalam daftar hitam AS atau di-black list.
Jika patut dapat diduga ada segelintir orang dalam internal POLRI dan KEJAKSAAN yang melakukan penyimpangan dan pelanggaran hukum maka perbuatan mereka tidak bisa digenelarisir sebagai kelemahan kesalahan atau kekurang-seriusan MABES POLRI dan KEJAKSAAN sebagai institusi dalam menangani kasus-kasus narkoba.
MABES POLRI sebagai institusi adalah sebuah lembaga hukum yang sepenuhnya harus didukung oleh semua pihak dalam menangani kasus-kasus tindak pidana narkoba di negeri ini. Begitu juga halnya dengan KEJAKSAAN.
MABES POLRI sebagai institusi adalah sebuah lembaga hukum yang sepenuhnya juga perlu tetap didukung secara kuat oleh AS, dalam hal ini sepanjang masa pemerintahan Presiden Barack Obama.
Walau ada beberapa kelemahan disana-sini, semua itu sangat wajar dalam perjalanan hidup sebuah bangsa seperti INDONESIA. Artinya, Presiden Obama tak perlu ragu untuk juga mengarahkan pandangannya dalam bekerjasama dengan INDONESIA untuk memerangi NARKOBA.
Selain tetap membangun kerjasama dan dukungan penuh untuk kelanjutan penanganan terorisme yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (sudah bukan saatnya lagi isu terorisme dijadikan komoditi “bombastis”), AS tetap dapat meningkatkan kerjasama di bidang penanganan narkoba.
Seruan Obama dari Meksiko tentang konsistensi AS dalam memerangi narkoba, patut dihargai.
Dan ini membuat harapan dunia kepada figur Obama menjadi lebih besar untuk membuat kehidupan ini menjadi baik.
Obama dengan kedigdayaan AS, diharapkan akan menjadi motor untuk membuat PERUBAHAN (CHANGE) juga ke arah yang jauh lebih mensejahterakan kehidupan manusia.
Walau di Indonesia ini, pemerintahnya patut dapat diduga melindungi beking dari sindikat para bandar dan mafia narkoba internasional (semacam Liem Piek Kiong alias MONAS), tetapi Obama tak perlu ragu untuk tetap membantu Indonesia dengan segala potret realita yang tak begitu menyenangkan ini.
Saat mendengar kabar bahwa Presiden Obama menyatakan AS melanjutkan PERANG MELAWAN NARKOBA dengan memberikan dukungan kepada Meksiko, hati ini rasanya menjadi lebih bangga dan ikut senang.
Sebab, Presiden Obama pasti akan mewujudkan janji dukungan itu secara nyata.
Dalam hal pemberantasan NARKOBA ini, keseriusan Obama yang saat ini menjadi orang nomor satu di AS, membuat kami teringat pada sebuah lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Michael Jackson. Obama dan AS diharapkan melanjutkan terus dukungan dan bantuan mereka yang seluas-luasnya kepada negara mana saja (termasuk INDONESIA) dalam melakukan PERANG TERHADAP NARKOBA.
Yes, you can also CHANGE the world, Mr President.
Make it better place … for you and for me !
Dan sambil menyendiri, entah dimanapun juga, barangkali baik untuk Obama untuk mendengarkan lagu Michael Jackson tadi (HEAL THE WORLD) :
There’s A Place In
Your Heart
And I Know That It Is Love
And This Place Could
Be Much
Brighter Than Tomorrow
And If You Really Try
You’ll Find There’s No Need
To Cry
In This Place You’ll Feel
There’s No Hurt Or Sorrow There Are Ways
To Get There
If You Care Enough
For The Living
Make A Little Space
Make A Better Place
Reff :
Heal The World
Make It A Better Place
For You And For Me
And The Entire Human Race
There Are People Dying
If You Care Enough
For The Living
Make A Better Place
For You And For Me If You Want To Know Why
There’s A Love That
Cannot Lie
Love Is Strong
It Only Cares For
Joyful Giving
If We Try
We Shall See
In This Bliss
We Cannot Feel
Fear Or Dread
We Stop Existing And
Start Living
Then It Feels That Always
Love’s Enough For
Us Growing
So Make A Better World
Make A Better World…
(MS)
Jakarta, 3 April 2009 (KATAKAMI) Selalu ada kejutan dari seorang Barack Hussein Obama. Ia sangat tak terduga. Benar-benar tak terduga. Bahkan dalam menjajaki tangga karier politiknya, Obama tak mau jadi politisi kejutan yang baru sibuk kampanye dan “teriak-teriak” berorasi secara dadakan hanya untuk untuk meraih kemenangan.
Semua direncanakan, dilaksanakan dan diupayakan secara cerdas Oleh Obama.Dan kali ini, ia mengambil sebuah keputusan yang bijaksana. Motto utama dari KABINET BUSH selama bertahun-tahun yaitu kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” dihapuskan secara total oleh Obama.
Tapi, bukan berarti Obama menghapuskan konsistensi AS dalam menangani dan memberantas masalah terorisme. Yakinlah bahwa penanganan dan pemberantasan terorisme akan tetap dilanjutkan oleh Pemerintah AS tetapi sedapat mungkin harus sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Tak bisa lagi semena-mena atau menghalalkan semua cara.
Dan penghapusan kalimat PERANG MELAWAN TEROR itu adalah kabar baru yang mengejutkan. Itu juga menjadi angin segar yang akan membawa dunia ke arah lebih manusiawi dan kondusif. Pasti, tidak mudah bagi Presiden OBAMA untuk mengumumkan kebijakan seperti ini karena bisa disalah-artikan. Tetapi ayah dari 2 anak ini berani mengambil keputusan. Semuanya itu, pasti demi bersinarnya lagi kemilau kedigdayaan bangsa AMERIKA SERIKAT yang sepenuhnya menghormati, mentaati dan konsisten menjalankan nilai-nilai Kemanusiaan, Hukum dan HAM.
Bayangkan, atas nama PERANG MELAWAN TEROR, Bush menghalalkan semua cara untuk melakukan invasi militer ke sejumlah negara yaitu Afghanistan dan Irak. Atas nama PERANG MELAWAN TEROR, Bush memerintahkan dibukanya Penjara yang patut dapat diduga menjadi ladang penyiksaan bagi siapa saja yang dicurigai AS sebagai TERORIS yaitu Penjara Guantanamo.
Tanpa ada proses hukum dan tanpa perlu mengikuti kaidah-kaidah hukum, ratusan orang diseret untuk dibantai disana. Betapa malunya AS, foto-foto penyiksaan itu bocor melalui kecanggihan teknologi. Dan tanpa disadari, kegarangan dan keganasan itu menimbulkan kebencian, antipati dan jungkir baliknya respek semua bangsa bangsa serta umat manusia di seluruh dunia terhadap AS.
Atas nama PERANG MELAWAN TEROR, Bush menghamburkan uang negara untuk membantu siapa saja dan negara mana saja yang dianggap bisa mengadopsi motto “PERANG MELAWAN TEROR” sehingga BUSH tidak “kesepian” dengan mimpi buruknya yang sangat berkepanjangan. AS seakan tersentak disaat menyadari bahwa negara mereka mengalami krisis keuangan yang sangat parah pada era kekinian.
Padahal jika BUSH mau atau bisa sedikit saja mengendalikan amukan dan gejolak emosi yang meletup-letup dalam penanganan terorisme, AS bisa berhemat secara luar biasa dalam anggaran negara.
Satu contoh kecil saja, saat teroris Hambali ditangkap di Thailand tgl 11 Agustus 2003. Kabarnya Pemerintah AS memberikan bonus uang USD 4 Juta untuk Pemerintah Thailand. Untuk apa ? Ya, untuk menjadi tanda terimakasih atas “keluguan” Thailand mau menyerahkan ke AS teroris yang berutang sangat banyak kasus tindak pidana terorisme di INDONESIA yaitu Hambali
Kenapa tidak diserahkan ke Indonesia, tetapi malah ke AS ?
Dan beberapa waktu lalu, kami coba untuk mempelajari data dan catatan di berbagai media massa. Proses penyerahan Hambali kepada Pihak AS menjelang akhir bulan Agustus 2003, terpaut sekitar 6 hari sesudah peledakan bom di Hotel JW Marriot Jakarta (Agustus 2003).
Kita tentu masih ingat kontroversi yang terjadi pada saat itu bahwa patut dapat diduga rencana peledakan itu sudah “bocor” duluan ke telinga Pihak AS sehingga pemesanan kamar dari rombongan AS dibatalkan menjelang hari naas.
Seandainya boleh ditarik benang merah dan dipertanyakan (walau sangat terlambat mempertanyakan hal ini), mengapa petinggi Anti Teror yang memang tahu bahwa Hambali adalah otak pelaku dan termasuk dalang utama semua aksi peledakan bom di Indonesia sejak peristiwa bom malam natal bisa “santai-santai saja” saat termonitor Hambali ditangkap ?
Padahal biasanya apa saja bisa langsung cepat tahu ? Mengapa bisa sangat kebetulan sekali, yaitu 2 minggu sebelum Hambali “dihadiahkan” Pemerintah Thailand kepada Pemerintah Bush, terjadi “lagi” peledakan bom di Indonesia ?
Yurisdiksi hukum dari penindakan hukum bagi seorang Hambali adalah di Indonesia dan agak aneh sebenarnya mengapa Thailand bisa dengan sangat aman sentosa menyenangkan hati Bush (tanpa ada sedikitpun berkoordinasi dengan Tim Anti Teror ?).
Sampai langit ini runtuh, Indonesia tak akan bisa memaafkan jika patut dapat diduga ada sesuatu yang memang sangat misterius dibalik peristiwa itu.
Dalam artian, jika patut dapat diduga ada OKNUM-OKNUM yang belagak tidak tahu bahwa “mangsa utama” penanganan terorisme di Indonesia sudah diciduk oleh kolega mereka tetapi belagak pilon saja agar berjalan lancar proses penyerahan itu kepada AS.
Jika Pemerintah Thailand saja dikabarkan mendapat dana sekitar USD 4 juta, patutkah dapat diduga ada OKNUM-OKNUM tertentu yang mendapat “angpao” juga agar seolah-olah memang tidak tahu samasekali proses tertangkapnya Hambali di Thailand karena memang sangat sibuk terhadap penanganan aksi peledakan bom di Marriot ?
Tidak ada yang tahu apa sebenarnya yang terjadi, kecuali … ?
Agustus 2003, setelah Pemerintah Thailand menyerahkan Hambali maka tidak lama setelah itu dengan bangganya BUSH mengumumkan kepada dunia internasional bahwa seorang teroris paling berbahaya sudah berhasil ditangkap.
Sejak itu, HAMBALI seakan menjadi “executive member” atau anggota istimewa di Penjara Guantanamo.
Dan setelah hampir 6 tahun mendekam disana, kabar terakhir yang beredar adalah pria kelahiran Cianjur ini sudah memegang paspor sebagai warga negara Spanyol. Selama berada di Guantanamo, tidak ada satupun proses hukum yang dilakukan terhadap Hambali.
Bahkan POLRI tidak pernah diizinkan mendapatkan akses untuk bertemu Hambali di Guantamo. Padahal Hambali adalah otak pelaku alias dalang dari sejumlah aksi peledakan bom di Indonesia.
Kabar tentang diberikannya paspor Spanyol kepada HAMBALI memberikan indikasi bahwa dalam rangka penutupan Penjara Guantanamo per bulan Januari 2010 mendatang, maka besar kemungkinan HAMBALI akan ditransfer ke Spanyol untuk menjadi tahanan di negara itu.
Saat ini, AS memang gencar melobi sejumlah negara untuk mau menampung sisa dari tahanan-tahanan Guantanamo. Sebab, sebagian besar memang dipulangkan ke negaranya masing-masing.
Patut dapat diduga, fakta bahwa HAMBALI adalah petinggi Al Qaeda Asia dan Hambali jugalah yang berada dibalik sebagian besar aksi peledakan bom (terutama di Indonesia yaitu sejak peledakan bom malam Natal tanggal 24 Desember 2000), tampaknya benar-benar menjadi faktor pertimbangan AS untuk tetap “menunda” mudiknya HAMBALI ke Indonesia.
Jika HAMBALI diekstradisi ke Indonesia, ia juga tak akan pernah bisa luput dari proses penegakan hukum di Indonesia.
Sebab, Hambali berutang sangat banyak kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia karena sudah meluluh-lantakkan nilai-nilai peradaban di negara ini lewat serangkaian aksi peledakan bom.
Kembali pada kebijakan Presiden OBAMA untuk menghapus kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” dalam agenda resmi pemerintahan mereka dalam menangani sektor keamanan nasional atau National Security”, sekali lagi kebijakan Presiden Obama ini jangan diartikan bahwa AS akan berhenti memerangi terorisme.
AS pasti akan tetap konsisten untuk menangani tindak pidana terorisme !
Namun, konsistensi itu akan disesuaikan dan dikembalikan kepada “rel” yang sebenarnya yaitu melakukan proses penegakan hukum tetapi bukan dengan melanggar hukum itu sendiri.
Contoh yang bisa diambil bahwa Presiden Obama tidak ingin ada tindakan yang melawan hukum dari aparatnya sendiri dalam proses hukum kasus terorisme adalah dengan dihapuskannya juga metode interogasi lewat cara WATER BOARDING yaitu menyiramkan air sebanyak-banyaknya ke arah muka (kepala) si “teroris” ke dalam air sampai benar-benar nyaris kehabisan nafas agar mau mengakui.
Cara penyiksaan yang tidak manusiawi seperti itulah yang dipakai oleh aparat PEMERINTAH BUSH selama ini dalam menangani orang yang dituduh sebagai teroris.
Hukum adalah hukum. Law is law.
Dan Presiden OBAMA menyadari bahwa penegakan hukum yang semurni-murninya adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan oleh kabinetnya saat ini.
Ambruknya derajat dan martabat AS karena beberapa tahun terakhir ini dituding sebagai negara yang paling keji dalam memperlakukan para tahanannya adalah buah dari motto kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” tadi.
Contoh lain yang bisa diambil tentang kebrutalan terkait penanganan terhadap para tahanan (bukan tawanan tetapi tahanan !), adalah oknum Sersan yang akhirnya divonis pidana kurungan selama 35 tahun oleh Mahkamah Militer AS pada awal pekan ini. Sersan itu dengan “enaknya” menembak mati 4 orang tahanan di Irak dengan cara menembak para tahanan itu dari bagian belakang batok kepala.
Dan dalam kaitan misi pengembalian penanganan tindak pidana terorisme pada proses hukum yang “murni” di AS, maka kebijakan Presiden Obama menghapuskan kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” itu menjadi sebuah tanda dan pemberitahuan bagi negara-negara lain atau pihak manapun (OKNUM orang-perorang) yang selama ini “tidak sadar” bahwa perilaku mereka jauh lebih buruk dari AS dalam menangani masalah terorisme.
Misalnya saja, ikut-ikutan juga menangkapi siapa saja yang dicurigai sebagai teroris. Main ciduk saja dan mengumumkan bahwa ia sudah menangkap teroris sekian ratus orang. Padahal belum tentu yang ditangkapi itu adalah teroris atau terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme.
Tapi supaya kelihatan keren dan hebat dimata Pimpinan, Pemerintah Indonesia dan bahkan dimata Pemerintah AS serta dunia internasional, maka diseret saja siapapun yang bisa diseret atas nama penanganan terorisme. Lalu, langsung diumumkan kepada media massa bahwa orang yang ditangkap dengan nama si A, si B dan si C adalah teroris jaringan tertentu.
Padahal belum tentu demikian. Tapi tidak ada yang bisa memprotes selama ini karena seolah-olah OKNUM Petinggi tertentu dalam penanganan terorisme di Indonesia ini, yang paling berhak tahu dan menangani masalah terorisme tersebut.
Ingat, pembuktian tentang bersalah atau tidaknya seseorang yang bermasalah dengan “hukum” adalah saat majelis hakim mengetuk palu dengan memberikan vonis kepada masing-masing terdakwa (apakah terdakwa itu terbukti bersalah atau justru sebaliknya).
Jadi sebelum ada vonis dari majelis hakim, maka prinsip hukum tentang asas praduga tak bersalah atau presumption of innocent wajib dihormati dan dilaksanakan.
Bukan tidak mungkin, Presiden Obama saat ini akhirnya tahu bahwa akibat gembar-gembor dan perilaku yang “over acting” (berlebihan) akibat motto “PERANG MELAWAN TEROR” tadi, sejumlah OKNUM yang selama bertahun-tahun mendapatkan berbagai pelatihan atau bantuan teknis untuk meningkatkan kemampuan dalam menangani terorisme di negaranya masing-masing, justru menyalah-gunakan semua atensi, ilmu dan kemampuan yang didapatkan berdasarkan kebaikan hati AS.
Bayangkan saja, maksud AS sebenarnya memberikan semua bantuan itu agar dalam upaya penanganan terorisme itu bisa lebih tajam dan membuahkan hasil yang nyata.
Tetapi patut dapat diduga, ada dampak yang sangat fatal yaitu semua “ilmu” itu ada yang justru disalah-gunakan atau dipraktekkan kepada pihak lain yang tidak bersalah samasekali.
Entah itu jenis ilmu dan kemampuan teknis apapun yang serba canggih dari Penyidik-Penyidik AS Dinas Intelijen Rahasia AS (CIA) atau Biro Investigasi Federal (FBI).
Siapa bilang, semua ilmu dan kemampuan teknis itu tidak mungkin disalah-gunakan ?
Segala sesuatu mungkin saja dilakukan dan patut dapat diduga di Indonesia inipun penyalah-gunakan itu ada dilakukan oleh OKNUM orang per orang (sekali lagi, yang patut dapat diduga menyalah-gunakan itu adalah OKNUM yang merasa paling jago dalam hal penanganan terorisme di Indonesia selama ini).
Dilatih dan diajari untuk melacak keberadaan teroris menggunakan kecanggihan teknologi misalnya, entah itu dari alat penyadap telepon (intercept) dan teknologi pada dunia maya (cyber media) ternyata ilmu yang sangat “rahasia” ini malah digunakan untuk merugikan pihak lain yang nyata-nyata bukan teroris.
Privacy atau wilayah pribadi orang lain, serta hak-hak yang sangat mendasar dari warga sipil tak bersenjata, menjadi diobrak-abrik kalau misalnya patut dapat diduga ada OKNUM yang asyik saja menyalah-gunakan semua “ilmu, alat dan kemampuan teknisnya” selama ini yang diperoleh dari Pihak AS.
Apalagi karena pembuktian dari semua “kejahatan siluman” bersifat sangat absurd dan memang sulit pembuktiannya di lapangan, maka patut dapat diduga merajalela semua penyalah-gunaan itu dalam aplikasinya pada kehidupan sehari-hari.
Yang repotnya lagi, atas nama penanganan terorisme dan predikat sebagai pelaku-pelaku gerakan intelijen maka patut dapat diduga OKNUM-OKNUM yang memang memiliki akses penyadapan dan kecanggihan teknologi untuk sektor keamanan nasional akan saling menjegal dan saling meniru dalam hal melakukan perbuatan melawan hukum karena didorong rasa rivalitas yang sangat tinggi.
Tidak ada yang menjamin bahwa semua perangkat penyadapan dan kecanggihan teknologi itu digunakan secara baik dan benar !
Tidak ada pengawasan yang bisa dipertanggung-jawabkan secara hukum karena masing-masing kubu tak akan pernah bisa diakses oleh pihak luar yang punya otoritas hukum melakukan penindakan jika itu menyalahi aturan perundang-undangan !
Sehingga, patut dapat diduga dibebaskannya OKNUM-OKNUM menggunakan semua itu seenaknya sendiri tanpa ada pengawasan yang ketat, bisa membuka peluang bagi terciptanya proses kudeta atau perbuatan melawan hukum lainnya dengan dibantu peralatan penyadapan dan kecanggihan teknologi yang dibeli sangat mahal oleh negara untuk penanganan terorisme.
AS, terutama Presiden OBAMA, tentu sekarang merasa bersalah jika patut dapat diduga ada penyalah-gunaan ilmu dan peralatan penanganan anti teror di negara-negara lain yang dalam masa keemasan prinsip PERANG MELAWAN TEROR, diberi keutamaan dan fasilitas dalam menyerap ilmu dan bergelimpangannya “dolar” dari kabinet BUSH dalam upaya memberantas tindak pidana terorisme.
AS, terutama Presiden OBAMA, tentu merasa bersalah juga jika akhirnya bangsanya sendiri yang bangkrut karena selama bertahun-tahun lamanya memposisikan diri seperti “sinterklas” yang mudah memberikan dan membantu apa saja tanpa ada batasan limit.
Padahal patut dapat diduga, ada juga bantuan keuangan itu yang masuk ke kantong pribadi orang per orang yang terlibat langsung di lapangan dalam penanganan terorisme di berbagai negara.
Satu hal yang perlu dibuka misterinya kepada seluruh rakyat Indonesia adalah berapa dan mana pertanggung-jawaban dari semua dana bantuan dalam penanganan terorisme di Indonesia dari negara asing ?
Jika selama ini ada Petinggi-Petinggi Anti Teror atau Perwira Menengah yang mendapatkan pelatihan demi pelatihan, perjalanan dinas dalam rangka pendidikan anti teror atau hal ihwal apapun yang terjalin atas nama kerjasama penanganan terorisme (terutama dari Pihak AS), berapa nilai total dari semuanya itu selama kurun waktu 6 tahun terakhir ?
Rakyat Indonesia berhak tahu karena kebaikan hati Pemerintah AS itu diberikan dalam rangka kerjasama penanganan terorisme antara AMERIKA SERIKAT DAN INDONESIA, bukan dengan orang per orang.
Ini harus dicamkan baik-baik !
Sehingga, siapa saja yang selama ini menikmati dan mendapatkan semua fasilitas, uang, alat, pendidikan, pelatihan dan semua jenis bantuan dari Pemerintah AS selama kurun waktu 6 tahun terakhir harus bisa (dan wajib hukumnya) bisa mempertanggung-jawabkan semua itu kepada rakyat Indonesia.
Dan kalau mau kejam sedikit dan sangat tajam mengupas tuntas misteri aksi terorisme ini, patut dapat diduga ada juga aksi peledakan bom itu yang bukan dilakukan oleh kalangan teroris itu sendiri alias direkayasa.
Ini bukan mustahil sebab semua hasil penyidikan dan setumpuk barang bukti yang diserahkan misalnya, memungkinan oknum-oknum tertentu meniru gerak, langkah dan strategi kalangan teroris itu sendiri.
Hanya Tuhan yang tahu dan biarlah itu menjadi tanggung-jawab dari oknum masing-masing antara diri mereka kepada Sang Pencipta jika ternyata hal semacam ini ada terjadi di belahan dunia ini.
Lalu, satu hal yang perlu disampaikan kepada Presiden OBAMA, apakah AS bisa memahami dan menerima dengan lapang dada bahwa anggaran keuangan negara mereka yang selama ini diberikan kepada INDONESIA dalam penanganan terorisme, berjalan dengan timpang dalam kasus peminjaman terpidana ALI IMRON ?
Terpidana kasus Bom Bali I ini, bisa luput dari vonis mati hanya karena dianggap bisa bekerjasama. Lalu, ia mendapatkan vonis pidana kurungan (penjara) seumur hidup. Tapi apa yang terjadi ?
Ali Imron, dipinjam dari LP Krobokan sejak ia menerima vonis dari majelis hakim tahun 2003 dan tidak pernah lagi dikembalikan ke penjara. Teroris yang merupakan pelaku utama dari Bom Bali I ini justru dibiayai oleh OKNUM Petinggi Anti Teror untuk hidup serba mewah dan dibuatkan buku otobigrafi yang sangat lux.
Apa yang bisa dibanggakan dari tindakan OKNUM Petinggi Anti Teror yang seperti ini ? Sangat memalukan ! Benar-benar memalukan dan keterlaluan.
Kalau misalnya sekarang, rakyat AS tahu bahwa dana yang digelontorkan oleh negara mereka untuk penanganan terorisme di Indonesia ini, justru dinikmati juga oleh seorang teroris paling “berbahaya” yaitu hidup berkemewahan dengan fasilitas penuh yang sempurna ?
Dimana konsistensi dari penegakan hukum karena korban yang masih hidup dari peledakan BOM BALI I saja, sampai saat ini banyak yang harus hidup menderita dalam keadaan cacat permanen ?
Sementara Ali Imron, ia berleha-leha bagaikan konglomerat muda yang serba bergelimpangan harta.
Tahukah Presiden OBAMA bahwa tindakan semacam ini yaitu kesewenang-wenangan dengan memberikan kemewahan dan kebebasan yang absolut kepada teroris sekotor Ali Imron ini adalah sebuah bentuk pengingkaran dan pengkhianatan terhadap misi penanganan terorisme ?
Ali Imron harus dikembalikan ke dalam penjara, tidak bisa tidak !
Kalau perlu, Petinggi Anti Teror yang selama ini seenaknya saja menggunakan keuangan negara atau bantuan dari negara lain untuk membiayai teroris Ali Imron hidup berkemewahan harus diseret ke muka hukum untuk mempertanggung-jawabkan tindakannya yang sangat memalukan Indonesia. Jangan bicara soal keberhasilan penanganan terorisme kalau teroris yang harusnya bertanggung-jawab terhadap kasus Bom Bali I saja, justru dibiayai hidup berkemewahan.
Ada apa dibalik semuanya itu ?
Bahkan sudah saatnya, KABINET OBAMA menelusuri hal ini, yaitu apakah ada dana bantuan dari AS yang disalah-gunakan untuk membiayai hidup Ali Imron secara berkemewahan !
Dan Presiden OBAMA perlu “memasang mata dan telinga” dari Pemerintahan yang dipimpinnya saat ini apakah patut dapat ddiuga ada OKNUM tertentu yang selama bertahun-tahun ini mendapatkan bantuan dari AS dalam menangani terorisme, menjadi milyuner atau bahkan triyuner dari hasil komiditi dagang di bidang penanganan terorisme ?
Semua mungkin saja terjadi ! Dan karena belum terbongkar maka rakyat Indonesia belum tahu apa sebenarnya yang terjadi
Dibalik keputusan Presiden Obama untuk menutup Penjara Guantanamo dan meluruskan penanganan terorisme itu sendiri agar sesuai dengan kaidah hukum, maka tampaklah keseriusan KABINET OBAMA untuk melakukan hal-hal yang memang semestinya dilakukan selama ini.
Dan semua pihak harus menghargai niat baik dari Presiden OBAMA.
AS tak akan pernah mungkin menghapuskan sejarah kelam terkait Tragedi Serangan 11 September 2001. Serangan itu adalah aksi teror yang paling biadab dan sangat “tak termaafkan” sebenarnya. Tetapi tak ada negara manapun di dunia ini yang bisa dibiarkan main hakim sendiri atau menerapkan hukum rimba di negara mereka.
Hukum adalah hukum. Law is Law.
Penanganan terhadap tindak pidana terorisme memang harus tetap dilanjutkan dan diteruskan.
Ini tidak boleh berhenti hanya sampai disini. Kewaspadaan tetap harus dilakukan karena sedikit saja lengah maka kalangan teroris yang sedang “tiarap” itu bisa kumat sakit moralnya.
Kerjasama antara AS dan negara-negara manapun di dunia ini dalam penanganan terorisme juga harus tetap dilanjutkan dan diteruskan. Tetapi, jangan lagi dibuat sangat absolut atau tidak terbatas. Semua harus terukur, terarah dan bisa dipertanggung-jawabkan.
AS, khususnya Presiden OBAMA, juga harus menertibkan berbagai ilmu atau produk apapun yang selama bertahun-tahun lamanya disebar atau diberikan ke sejumlah pihak dalam misi PERANG MELAWAN TEROR tadi, tetapi terindikasi telah disalah-gunakan.
Harus ada terobosan yang sifatnya tertib hukum dalam penggunaan ilmu atau produk apapun yang berasal dari AS untuk penanganan terorisme yang disalah-gunakan tadi.
Sebab, jika patut dapat diduga ada pihak tertentu atau OKNUM tertentu orang perorang yang menyalah-gunakannya kepada warga sipil tak bersenjata (padahal AS mentransfer ilmu dan memberikan bantuan material apapun juga untuk penanganan terorisme), maka penyimpangan ini sangat layak dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam hal itulah, AS harus mulai melacak secara cermat dan seksama, apakah memang ada hal-hal semacam ini terjadi di mana saja !
Harus Presiden OBAMA yang memberikan perintah langsung tentang penertiban semua itu agar seluruh perangkat dibawahnya tunduk dan patuh kepada perintah kepala negara negara.
Dengan demikian, akan mudah melakukan penelusuran dan pembuktian terhadap semua penyimpangan atau penyalah-gunaan itu.
Berbicara di Den Haag (Belanda), pengumuman tentang penghapuskan kalimat atau motto “PERANG MELAWAN TEROR” tadi disampaikan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton.
Peran Hillary juga pasti ada dalam misi pelurusan kembali penanganan terhadap terorisme ini.
Menurutnya, Pemerintahan Bush yang telah digantikan oleh Presiden Obama memutuskan penghapusan frasa penggunaan kalimat “PERANG MELAWAN TEROR” antara lain karena dijadikan alat pembenaran untuk melakukan intervensi ke Irak dan pemenjaraan tahanan tersangka pelaku teror di Guantanamo, Kuba, dan banyak penjara rahasia CIA di luar negeri.
Tentu Indonesia juga harus menyambut baik kebijakan ini. Semoga saja, ini akan membawa dunia ke arah yang lebih baik.
Tetapi, pasca diberlakukannya kebijakan ini maka yang perlu diwaspadai bersama adalah dampaknya. Entah dari kalangan teroris itu sendiri, atau dari OKNUMtertentu yang merasa kehilangan “lahan rezeki nomplok” karena patut dapat diduga sudah terlanjur menjadikan isu terorisme menjadi “komoditi dagang”.
Jangan diberi ampun kepada siapa saja yang mencoba untuk bermain-main dengan keselamatan, keamanan dan ketentraman dunia. Tapi jangan dibiarkan ada yang bermain-main dengan segala arogansi penuh rekayasa.
Ode adalah sebuah nyanyian tentang penghargaan dan pujian kepada seseorang yang telah melakukan sesuatu yang baik.
Dalam hal ini, Presiden Obama dengan sangat bijaksana telah melakukan terobosan yang niscaya akan membantu secara sungguh-sungguh membawa dunia ke arah yang jauh lebih baik.
Thank you very much, Mr President !
(MS)
JAKARTA 27 JANUARI 2009 (KATAKAMI) Kalau dalam budaya di Indonesia, ada sebagian masyarakat yang sungguh menghargai penting atau makna “ANGKA” dalam menentukan segala sesuatu.
Sebutlah misalnya dalam menentukan tanggal pelaksanaan sebuah kegiatan penting. Itu sebabnya dikenal istilah, “Hari Baik, Bulan Baik”.
Masih berkaitan dengan angka juga, kadang ada yang merasa penasaran dan percaya tentang adanya angka keberuntungan. Akibatnya, muncul tudingan bahwa pihak yang seperti itu mempercayai klenik. Padahal tidak tepat jika disebut demikian.
Lalu, apa hubungannya topik soal angka ini dengan Presiden AS ke-4 Barack Hussein Obama ?
Dan dalam konteks apa, ada misteri angka satu pada Obama menyangkut GUANTANAMO ?
Pasti anda penasaran, ya ?
Kalau anda tidak penasaran, tidak akan mungkin timbul dorongan untuk membaca tulisan ini saat pertama kali membaca bagian judul. Barack Obama, punya 2 angka 1 yang penuh MISTERI terkait kamp tahanan GUANTANAMO.
Angka satu yang pertama cukup istimewa untuk Obama adalah ketika ia sudah langsung mengeluarkan kebijakan strategis di hari pertama dirinya menjalani tugas sebagai orang nomor satu di AS. Kebijakan yang memang dijanjikannya saat berkampanye.
Ia memerintahkan agar dilakukan penangguhan pemeriksaan penyidik terhadap para “penghuni” GUANTANAMO.
Luar biasa !
Walau Obama pernah mampir di Indonesia untuk bersekolah, namun kebiasaan buruk dari sebagian politisi tanah air kita yang cenderung “JUALAN KECAP NOMOR SATU”, ternyata tidak menulari Barry, nama kesayangan Barack Obama.
Coba saja kita perhatikan politisi-politisi Indonesia yang memilik agenda khusus untuk memperoleh suara dari masyarakatnya. Tak jarang, menggunakan metode kampanye ala “JUALAN KECAP NOMOR SATU.
Apa saja yang kira-kira gombal dan bombastis, pasti diucapkan. Yang penting, suara bisa masuk bagi dirinya. Akibat adanya kebijakan “One Man, One Vote” dalam perpolitikan nasional Indonesia maka godaan tentang “JUALAN KECAP NOMOR SATU” tadi dihalalkan saja. Tapi saat menang dan berkuasa, hanya lagu lama yang didendangkan penyanyi cantik Iis Sugianto yang berkumandang di hati rakyat yaitu “Janji-Janji Tinggal Janji !”.
Alias, kau yang berjanji, kau yang mengingkari !
Tidak demikian halnya dengan Barry, Presiden keturunan Afrika pertama yang berhasil menjadi penguasa nomor SATU di negeri adidaya bernama AMERIKA.
Detik pertama ia bekerja sebagai Presiden, yang menjadi prioritas adalah menginventarisir janji-janji apa saja yang sudah disampaikan kepada rakyat AS saat berkampanye. Dan, pendokumentasian seputar stok JANJI dalam kampanye itu memang cukup baik. Secara cepat, sudah bisa langsung didata daftar janji utama yang wajib dipenuhi kepada rakyat AS.
Salah satunya adalah janji untuk menutup kamp tahanan GUANTANAMO.
Tampaknya Obama menyadari bahwa GUANTANAMO akan terus menjadi benalu bagi kedigdayaan AMERIKA SERIKAT. Dan tampaknya OBAMA juga menyadari akan sia-sianya ia berjuang memenangkan kursi kepresidenan, jika tak mampu melakukan perubahan bagi bangsa yang sebesar dan sekuat AMERIKA SERIKAT. Pahadal CHANGE, janji tentang perubahan, dengan slogan YES, WE CAN adalah motto utama Obama.
Keruntuhan martabat dan wibawa kedigdayaan AS begitu drastis terjadi akibat kebijakan-kebijakan yang sangat tidak tepat dari Presiden George W. Bush. Kekejaman dan kesadisan militer AS dalam melakukan penyiksaan di Kamp Guantanamo membuat dunia menjadi “marah” sekali atas perilaku-perilaku yang tidak manusiawi itu.
Walaupun memang, harus dipahami mengapa Bush begitu “kencang” menghajar apa saja yang kira-kira membahayakan keselamatan AS dan pantas dijadikan sebagai musuh AS. Pasti, ada luka yang sedemikian menyakitkan didalam diri Bush sebagai seorang kepala negara ketika ia dipaksa untuk melihat bangsanya digilas dan dihajar sedemikian hebat sehingga menewaskan ribuan orang rakyatnya pada peristiwa Serangan 11 September.
Bush, adalah Panglima Tertinggi Militer AMERIKA SERIKAT.
Bagi Kepala Pemerintahan manapun didunia ini, yang pernah merasakan dalam era kekuasaannya terdapat serangan terorisme (terutama dalam skala besar), pasti akan dapat merasakan betapa hebatnya rasa sakit yang menikam harga diri dan tanggung-jawab sebagai seorang pemimpin. Ribuan rakyatnya mati sia-sia. Dan Bush, pasti tidak akan pernah bisa melupakan sampai kapanpun juga setiap detail menyangkut peristiwa Serangan 11 September.
Bagaimana mungkin bisa terjadi, 4 pesawat dibajak di sebuah negara yang sebegitu ketat pengamanannya ?
American Airlines Penerbangan 11 yang menabrak Menara World Trade Center bagian utara. United Airlines Penerbangan 175 yang menabrak World Trade Center bagian selatan. American Airlines Penerbangan 77 yang menabrak The Pentagon. Lalu, United Airlines Penerbangan 93 yang menabrak tanah akibat perlawan dari penumpang untuk “membela” kewibawaan simbol pemerintahan mereka. Sebab, pesawat yang terakhir ini rencananya akan menarak The US Capitol Hill.
Paling tidak 3000 orang mati akibat kekejaman teroris pada Serangan 11 September.
Dan yang sangat menyedihkan, ketika satu persatu kesaksian yang pilu dibuka dan diungkap. Termasuk yang dibuka rekaman pembicaraan di kokpit pesawat United Airlines Penerbangan 93 yang jatuh di Pennsylvania, AS, sekitar 20 menit sebelum mencapai sasaran yaitu The US Capitol yang menjadi kantornya para anggota kongres dan senator. Tahun 2006 lalu, rrekaman pembicaraan dari kokpit pesawat yang membawa 33 orang penumpang dan 7 awak pesawat dari United Airline 93 diperdengarkan kepada publik AS dan dunia.
Sehingga, apa yang terjadi didalam pesawat Boeing 757 yang berangkat dari Newark, New Jersey, menuju San Francisco itu pun jatuh di Pennsylvania. Terutama, bagaimana usaha yang gigih dari para penumpang untuk merebut ruang kokpit dari pembajak terekam dalam kotak hitam. Sedangkan pembicaraan para penumpang United 93 ketika menelepon keluarga maupun kerabat disampaikan oleh keluarga dan kerabat itu sendiri.
Beda dengan di Indonesia ini, rekaman pembicaraan di kokpit pesawat Adam Air yang jatuh di Perairan Majene tgl 1 Januari 2007 saja bisa “beredar” kemana-mana, termasuk mengudara di You Tube.
Dan soal rekaman pembicaraan dari penumpang United Airline Flight 93, terungkaplah bagaimana detail kisah pembajakan dalam pesawat hingga rencana akan mengambil alih pesawat. Dan yang menyentuh hati saat para penumpang mengucapkan selamat tinggal dan menyampaikan atau menitipkan rasa cinta kepada keluarga dan kerabat karena menyadari akan segera kehilangan nyawa.
Pemutaran rekaman pembicaraan di kokpit pesawat pada detik-detik terakhir sebelum jatuh dibuka saat persidangan tersangka teroris Zacarias Moussaoui setelah 5 tahun tragedi itu terjadi. Antara lain isinya :
“Ke kokpit. Kalau tidak, kita akan mati,” kata suara yang terdengar dalam bahasa Inggris.
Lalu terdengar teriakan dan jeritan penumpang. Kemudian terdengar pintu kokpit digebrak dan dibuka paksa.
“Allah maha besar!” suara dalam bahasa Arab terdengar dari dalam kokpit. Lalu terdengar jeritan “No, No, No” dalam bahasa Inggris.
Beberapa detik kemudian… tak terdengar lagi suara dari rekaman tersebut.
Yang mau dikatakan disini, kondisi psikologis Presiden Bush yang sangat traumatik dan terkungkung dalam kemarahan abadi atas peristiwa Serangan 11 September itu. Tanpa disadari Bush, trauma dan kungkungan dendam abadi tadi sangat dominan mempengaruhi setiap kebijakan pemerintahan yang dipimpinnya.
Hingga akhirnya, pengaruh itu mayoritas berbau apriori, arogansi dan penuh kecenderungan membalas dendam.
Sebuah bangsa yang besar seperti AS dipermalukan sedemikian hebat dan dibuat hancur sampai ke titik nadir terbawah dalam hal moral.
Salah satu warisan yang ditinggalkan Bush dan Pemerintahannya akibat remuknya moral mereka adalah KAMP TAHANAN GUANTANAMO. Trauma dan dendam dilampiaskan di penjara paling menakutkan ini. Bush dan Pemerintahannya pasti tahu dan hapal teori-teori tentang luhung dan agungnya nilai-nilai HAM, moralitas dan hukum harus ditegakkan di muka bumi ini.
AS adalah negara yang selama ini merasa paling berhak menjadi POLISI DUNIA bagi negara manapun yang dianggap sebagai pelanggar HAM tak bemoral dan sulit mentaati nilai-nilai hukum.
Jika ketahuan ada negara yang seperti itu, dengan semua cara akan dicari dan diupayakan momen terbaik untuk menjatuhkan pemimpin dari negara yang modelnya “mbabelo” seperti tadi. Dan, Indonesia, termasuk korban dari atribut AS sebagai “POLISI DUNIA”.
Kalau sudah bicara HAM, AS merasa menjadi pabrik pembuatan KECAP NOMOR SATU DIDUNIA.
Dan siapa yang tak malu jika dirinya menyandang predikat sebagai warga negara AS, jika dalam beberapa tahun terakhir ini kecaman, tudingan, cibiran dan caci maki yang hebat dari seluruh penjuru dunia akibat parahnya penyiksaan di KAMP GUANTANAMO. Menunjuk muka negara lain dengan sangat garang sebagai pelanggar HAM, tetapi di muka sendiri terdampar kubangan bisul berisi pelanggaran HAM yang begitu sadis, tak bermoral dan penuh pelanggaran terhadap nilai-nilai HAM - hukum humaniter.
Sehingga, ketika Barack Obama menjadikan isu GUANTANAMO sebagai salah satu agenda terpenting yang dijanjikannya dalam kampanye Pilpres selama ini, pasti janji itu bukan untuk komoditas politik agar ia menang.
Obama, bisa jadi merasa malu atas remuknya kewibawaan, martabat dan moralitas dari bangsa Amerika akibat kebijakan yang salah terkait keberadaan Kamp GUANTANAMO.
Sehingga tak heran, kalau di hari pertama menjabat sebagai Presiden, Obama sudah secara cepat menetapi janjinya untuk “mengurus” masalah GUANTANAMO ini.
Lalu, apa misteri sangka satu lainnya dari Obama mengenai GUANTANAMO ?
Apakah ada yang tahu dan bisa menebaknya ?
Misteri angka satu pertama tadi - yang sudah dijelaskan di awal tulisan ini - adalah di hari pertama menjabat sebagai Presiden, Obama sudah langsung mengeluarkan kebijakan penting terkait GUANTANAMO. Ia memerintah penundaan penyidikan selama 120 hari bagi semua kasus hukum yang sedang di proses di GUANTANAMO.
Lalu, angka satu lainnya adalah, Obama memerintahkan agar dalam kurun waktu 1 tahun, Kamp GUANTANAMO ditutup secara resmi. Dengan tangan kidal, OBAMA menanda-tangani KEPPRES alias Keputusan Presiden untuk menuntup PENJARA GUANTANAMO efektif pada Januari 2010. Satu tahun lagi, barulah GUANTANAMO akan almarhum.
Yang bisa dikomentari disini adalah, untuk misteri angka satu yang pertama tadi, Obama sangat sukses memukau setiap orang bahwa ia adalah pemimpin yang menepati janji secara hebat, cepat, tepat dan akurat.
Namun sayang, keputusannya untuk memerintahkan penutupan Kamp Guantanamo satu tahun lagi, adalah kebijakan yang buruk dan sangat tidak manusiawi.
Tahukah Obama, berapa hari yang akan mengisi dalam perjalanan waktu satu tahun itu ?
Tahukah Obama, berapa jam dalam putaran waktu 1 hari ?
Sambil ia menikmati sarapan pagi di Gedung Putih dalam masa “bulan madu” sebagai Presiden yang baru, ada baiknya Obama meluangkan waktu untuk membayangkan bagaimana jika ia yang menjadi tahanan di GUANTANAMO sana. Ditahan seenaknya, tanpa ada tuduhan atau indikasi kesalahan. Disiksa seperti binatang, tanpa ada penindakan dan penegakan hukum bagi para penyiksa. Dihajar, dibuat menjadi “berdarah-darah” dan bahkan ada yang ke hadapannya disorongkan moncong anjing pelacak piaraan militer AS.
Lalu, apa jaminan bahwa perintah Obama agar seluruh penyiksaan dituruti dengan cepat di GUANTANAMO ?
Petugas dan Pejabat yang secara teknis ada di tahanan itu, pasti masih dikuasai oleh orang-orang yang sudah bercokol sejak era Pemerintahan Bush. OBAMA hanya “bersuara” dari Gedung Putih. Walau media massa di seluruh dunia menyiarkan kebijakan OBAMA soal Guantanamo, belum tentu penyiksaan terhadap seluruh tahanan di GUANTANAMO dihentikan seketika ini juga.
Itu makanya, Obama perlu membayangkan bahwa sakit dan mengerikan rasanya jika disiksa secara fisik dan non fisik selama satu jam saja. Tidak usah dibayangkan seandainya penyiksaan itu berlangsung satu tahun, bayangkan dulu jika terjadi secara non stop selama satu jam. Pasti, dapat dirasakan penyiksaan itu sangat mengerikan. Lalu, bayangkanlah lagi bagaimana kalau harus terus disiksa harus selama satu tahun ?
Ada baiknya juga, Obama membayangkan jika ia yang menjadi orangtua, atau saudara sekandung, atau orang terdekat dari tahanan yang ditahan di GUANTANAMO sana, tanpa ada bukti hukum atau indikasi perbuatan melawan hukum. Seperti apa perasaannya jika dipaksa untuk menunggu 1 tahun lagi jika memang ingin bertemu dengan orang yang mereka cintai ?
Apalagi, jika anggota keluarga mereka itu sebenarnya tidak bersalah tetapi dasar AS sedang “sakit parah” pada era Pemerintahan Bush, yang tak bersalah dianggap saja bersalah. Yang penting ada korban yang bisa dijadian pelampiasaan kebencian. Persetan dan masa bodo dengan semua nilai-nilai HAM dan hukum.
Jadi, keputusan OBAMA menutup GUANTANAMO setahun lagi, terasa menjadi ANTI KLIMAKS. Tidak ada yang istimewa dari kebijakan model begini.
Kalau Obama berdalih, sulit menutup GUANTANAMO secepat-cepatnya. Omong kosong. Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, jika memang misinya adalah misi kebaikan dan kemanusiaan. Apalagi untuk negara sebesar AS.
Kalau Obama berdalih, sulit menutup GUANTANAMO dengan menukar angka satu tahun menjadi satu bulan untuk menutup GUANTANAMO. Omong kosong. Dengan kehebatan militer AS, termasuk kecanggihan dinas intelijen mereka yang selama ini terkesan paling canggih dalam menyusup dan ikut campur dalam masalah dalam negeri negara manapun di dunia ini, masak tidak bisa mengatasi kurang dari 300 orang penghuni GUANTANAMO ?
Harusnya, bukan satu tahun, tetapi satu bulan setelah Obama menjadi Presiden, Kamp Tahanan GUANTANAMO itu sudah harus ditutup.
Itu yang sebenarnya lebih tepat dilakukan Obama jika ia memang ingin membuktikan bahwa dirinya menepati janji untuk “mengurus” masalah GUANTANAMO.
Di GUANTANAMO ada lautan kekejaman dan kesadisan, dimana nilai-nilai HAM dan hukum tenggelam didasar lautan tadi.
Seandainya saja, Obama ada dihadapan kami, maka kami hendak mengatakan kepada Si Barry ini, “Hei Barry, untuk apa alogan YES, WE CAN yang engkau dengungkan selama ini ? Buktikan dong, bahwa Amerika memang bisa melakukan perubahan yang dasyhat menyangkut HAM dan kemanusiaan. Menyelamatkan martabat dan moral AMERIKA sebagai sebuah bangsa, harusnya jangan tanggung-tanggung !”
Sehingga, semua orang yang memang sudah terlanjur penuh respek dan kekaguman pada Barack Obama, akan memuji kebijakan Obama menutup GUANTANAMO dengan satu pujian yang tulus yaitu, “Its Amazing, Barry ! Its Amazing, Man ! Its Amazing, MR PRESIDENT !”
Tapi, karena kebijakan Obama cenderung anti klimaks, … terus terang belum ada kata-kata yang pas untuk mengecam Obama. Sebab, baru beberapa hari yang lalu ia dilantik dan diambil sumpahnya dengan sangat spektakuler di The US Capitol Hill. Paling-paling, yang bisa dikatakan oleh dunia internasional, juga oleh rakyat AS yang sangat konsisten tentang perlunya menutup LADANG PEMBANTAIAN GUANTANAMO itu dengan satu kalimat pendek untuk mengungkapkan kekecewaan.
“Ternyata anda ini, PAYAH juga, Tuan Presiden OBAMA !”
(MS)
Oleh : Mega Simarmata, Pemimpin Redaksi
Washington 21 Januari 2009 (KATAKAMI) "…I Barack Hussein Obama do solemnly swear." ucap Presiden Terpilih AS yang ke 44 ini saat diambil sumpahnya di Gedung Capitol, Washington DC, AS.
Di hadapan jutaan orang yang rela datang berduyun-duyun dengan suhu udara dibawah nol derajat celcius, Obama tak bisa menghindari sisi kemanusiaan dirinya yaitu melakukan kesalahan di saat yang sangat penting. Paling sedikit, ada dua kali Obama kesulitan untuk mengucapkan kalimat panjang dalam sumpahnya.
Ia sempat tertegun beberapa detik agar dapat berkonsentrasi mengucapkan sumpah itu secara benar. Dan satu lagi yang barangkali tidak disadari oleh Obama, pada saat ia berada di puncak acara yang sangat bersejarah yaitu pengambilan sumpah, Obama kelewat "santai" sehingga ia tampak tersenyum lebar disaat ia perlu tampil berwibawa. Tanpa harus kelihatan tegang, Obama perlu memperlihatkan kewibawaan dirinya pada saat bersumpah.
Walaupun Obama sempat tidak bisa mengucapkan dengan baik dan lancar kalimat sumpahnya, kelihatan Obama tidak panik.
Ia memang pribadi yang tenang. Walau salah dan sulit untuk menghapalkan kalimat panjang dalam sumpah itu, Obama tidak terlihat grogi atau berubah mimik wajah. Begitu juga dengan Michelle, sang menggunakan gaun berwarna kuning keemasan.
Ibu dari 2 orang anak dari buah pernikahannya dengan Obama, hanya tersenyum dan tetap setia menatap pada sang suami saat pengambilan sumpah.
Ketika mengucapkan sumpahnya, telapak tangan kiri Obama di topangkan diatas alkitab atau injil yang digunakan Presiden Abraham Lincoln saat disumpah sebagai Presiden AS tahun 1861. Obama memang memilih figur Abraham Lincoln untuk menjadi panutan yang diteladaninya dalam menapakkan kaki secara resmi sebagai Presiden AS.
Dan inilah salah satu kelebihan dari AS.
Mereka dapat menjaga dengan baik dokumen atau benda bersejarah bagi bangsa mereka. Sebutlah misalnya injil yang dipilih Obama untuk melengkapi pengambilan sumpahnya. Kitab suci Nasrani yang dipilih Presiden Abraham Lincoln saat bersumpah tahun 1861, masih tetap bagus dan terawat rapi.
Yang tampak secara jelas dari keseharian Obama - Michelle adalah mereka ternyata keluarga yang relijius.
Selama ini, kalangan Partai Republik yang selalu mendominasi kesan relijius tersebut. Tapi di hari pelantikannya, Obama menunjukkan kepada dunia bahwa ia bagaikan sebutir debu tak berharga dimata Tuhan.
Itu sebabnya, ketika jutaan orang sudah dipastikan hadir menyaksikan pelantikan Obama yang sangat spektakuler itu, Obama mengajak Michelle isterinya untuk "mampir" sejenak di Gereja Episcopal St. John, satu blok dari Gedung Putih. Walaupun sebenarnya, ritual untuk "mampir ke Gereja sebelum pelantikan ini adaah ritual "wajib" bagi siapapun yang akan dilantik sebagai Presiden.
Tapi yang menjadi tampak jelas dari figur Obama adalah ia tunjukkan bahwa manusia adalah mahluk ciptaan yang tak berdaya. Walau ia dilantik sebagai Presiden dari sebuag negara adidaya, Obama tetap membutuhkan nilai-nilai spiritualitas yang tinggi.
"Saya bersumpah dengan sungguh-sunguh bahwa saya akan menjalankan tugas dengan jujur Presiden Amerika Serikat dan akan berbuat yang terbaik dengan kemampuan saya, menjaga, melindungi dan mempertahankan konstitusi Amerika Serikat."
Dan di akhir sumpahnya, Obama menyebutkan sebuah kalimat doa permohonan yang sangat "memohon" kepada Tuhan.
"So, Help Me God" ucap Obama mengakhiri sumpahnya.
Apapun juga yang diamanatkan dalam sumpah itu, semua hanya dapat terlaksana atau dijalankan secara baik, jika ada pertolongan dari Tuhan,
Obama, sang orator ulung yang sangat kharismatik ini, ternyata bisa gugup dan melakukan kesalahan dalam puncak acara yang sakral yaitu pengambilan dan pengucapkan sumpah jabatan. Ia juga bisa begitu tulus memohon untuk mendapat pertolongan Tuhan.
Obama, kini telah resmi menjadi Presiden AS.
Begitu banyak persoalan pelik yang harus diatasinya. Ia seakan berada dalam posisi yang dilematis, jauh sebelum pelantikannya.
Yang ditantang oleh banyak orang terhadap figur Obama, apakah setelah ia menjadi Presiden ini maka segera akan ada kebijakan untuk penarikan pasukan AS dari Irak dan Afghanistan. Kemudian desakan untuk menutup tahanan Guantanamo di Kuba. Belum lagi masalah krisis ekonomi.
Bahkan, Obama yang sejak berlangsungnya agresi militer Israel ke GAZA untuk menggempur HAMAS, dianggap "agak" mengecewakan banyak pihak yang cenderung "diam" saat Israel membabat habis Palestina ini. Obama ditantang untuk mengambil posisi yang strategis dalam membantu penyelesaian konflik Israel - HAMAS.
Artinya, bukan lagi menjadi sekutu yang mengaminkan saja apapun brutalisme yang mau dilakukan Israel.
Sebab Obama harus mengingat secara baik, ketika ia mengucapkan kalimat "So, Help Me God", pada kesempatan yang sama ribuan orang yang terluka dan sekarat di GAZA, Irak dan Afghanistan juga mengucapkan kalimat doa yang sama yaitu, "So Help Me God !". Walau dituturkan dalam bahasa yang berbeda, tetapi ada sisi penderitaan yang harus ditanggung oleh banyak manusia di muka bumi ini karena kebijakan yang kurng tepat dari AS.
Obama, harus secara cakap menunjukkan dan membuktikan kepiawaiannya dalam mengelola pemerintahan. Presiden muda yang sangat "charming" ini, diharapkan oleh dunia internasional berperan aktif dalam mengisi kehidupan dengan cara yang baik. Benar-benar baik !
Obama juga manusia, sehingga ketika ia mengucapkan kesalahan dalam pengambilan sumpahnya, kesalahan itu dapat ditolerir. Sangat manusiawi jika Obama melakukan atau mengucapkan kesalahan.
Yang tidak manusiawi justru kalau Obama mengulangi kesalahan-kesalahan (yang memang disengaja) dalam berbagai KEBIJAKAN pendahulunya, terutama Presiden Gerorge W Bush.
Konsistensi dan komitmen untuk terus memerangi terorisme, jangan diartikan bahwa AS bisa memerangi negara mana saja dan meluluh-lantakkan sesuka hati. Agar jangan, di akhir masa jabatannya nanti Obama juga ikut terkena "lemparan sepatu".
Doa dan permohonan Obama, "So, Help Me God", tentu akan dijawab dan dikabulkan Tuhan sepanjang Obama secara teguh hati melakukan yang terbaik bagi rakyatnya. Dan bagi dunia.
(MS)
Hadiah Kue Brownies Coklat Untuk Mama Yang Aku Sayangi
by : Skolastika Siagian (8 tahun)
Aku memang ingin menjadi penulis. Tapi aku masih bingung sekali, topik apa yang harus aku tuliskan supaya bisa jadi pengarang novel atau cerpen. Oh ya, namaku TIKA. Skolastika Rosari Siagian. Aku kelas 3 SD Tarakanita.
Bulan Desember, aku dan teman-teman disuruh membuat karangan.
Aku bikin karanganku tentang hari ibu. Aku lupa, apa saja yang aku tuliskan dalam karangan itu. Soalnya aku disuruh Bu Guru menulis karanganku di komputer sekolah. Jadi pas Mama minta aku ceritain karanganku itu, ya aku gak bisa ceritain persis seperti di karanganku.
Tapi kira-kira begini isinya :
Hari ini adalah Hari Ibu, aku ingat kalau tanggal 22 Desember itu adalah Hari Ibu. Kira-kira, aku mau kasih hadiah apa ya buat Mama.
Aku sayang pada Mama-ku. Dan aku ingin Mama tahu, kalau aku sayang sama Mama.
Aku pergi ke Toko Kue. Aku lihat-lihat, kue apa ya yang Mama suka. Terus, uang tabunganku cukup gak ya buat membeli kue kesukaan Mama.
Setelah beberapa menit aku melihat-lihat semua kue yang dipajang di etalase, pilihanku jatuh ke Kue Brownies Coklat. Aku bayar dengan uang tabunganku. Dan aku sudah siapkan kartu ucapanku buat Mama.
Begitu aku sampai rumah, aku cari Mama. Dan setelah ketemu Mama, aku serahin kado Hari Ibu dari aku buat Mama.
Mama senang sekali dapat kue Brownies kesukaannya di Hari Ibu.
Mama, aku sayang Mama.
Dari Tika