Tuesday, June 02, 2009

Ketegaran Hati Obama Diuji Oleh Arogansi Rezim Lalu Dan Kini Ada Panggung Lawak Senator Yang Menampik Anggaran Penutupan “Gitmo” Guantanamo



Jakarta 23/5/2009 (KATAKAMI) Jujur saja, dari semua pemimpin dunia yang saat ini memerintah, posisi dan kedudukan Presiden AS ke-44 Barack Obama adalah yang paling “kurang nyaman”. Bukan karena Obama menunjukkan ketidak-mampuannya memimpin atau melakukan kesalahan. Sama sekali bukan ! Obama tetap Obama yang berpikir, bertindak & terus bekerja secara sangat cerdas.

Ia tetap menjadi dirinya, melakukan apa yang dijanjikannya semasa kampanye dulu dan terus melakukan hal-hal yang memang sangat baik untuk kepentingan negaranya. Bahkan di tataran internasional, ia — didukung Hillary Clinton dan perangkat pemerintahan Amerika lainnya, termasuk tentunya didukung Dinas Rahasia CIA dan FBI –, Obama justru mendapat dukungan yang sangat signifikan.

Pemimpin dunia yang selama puluhan tahun dendam kusumat dan darah tinggi kepada AS, mencair dan menghangat sikapnya karena gaya politik Obama yang bersahaja. Ia tak mengemis dan pantang merendahkan diri hanya untuk mendapat dukungan, apresiasi atau “senyuman” dari musuh-musuh besar AS.

Tetapi dengan caranya, Obama berani tampil dan mengubah sejumlah kebijakan yang selama ini sangat mempersulit posisi AS.

Dan mengapa dibagian atas tadi, kami sebutkan posisi Obama yang paling kurang nyaman dibandingkan para pemimpin dunia lainnya ?

Ya, sebab Obama menerima warisan setumpuk permasalahan yang sangat buruk dan memusingkan kepala dari presiden sebelumnya yaitu George Walter Bush.

Apa yang membanggakan dari pemerintahan Bush, jika dikaitkan dengan dampak hebat terhadap harkat, martabat dan kehormatan AS sebagai sebuah bangsa ? Lihatlah kebijakannya mendirikan penjara Guantanamo (GITMO) !

Apa yang bisa dijelaskan sekarang oleh Bush, mantan Wapres Dick Cheney dan anggota Kongres AS yang pada pekan ini menolak pengajuan anggaran untuk penutupan penjara Guantanamo.

Dari segi angka, anggaran yang diminta tidak terlalu besar untuk sebuah rencana yang “besar”. Anggaran yang diajukan hanya US 80 juta. Sehingga, ketika anggaran ini ditolak maka yang patut dipertanyakan kepada Bush, Cheney, dan Kongres AS yang menolak anggaran itu adalah apa maksud dan keinginan mereka sekarang ? Dan anehnya, walaupun menolak anggaran untuk penutupan penjara Guantanamo, tetapi Senat Amerika telah menyetujui 91,3 miliar dolar rancangan pengeluaran yang akan membiayai operasi militer di Afghanistan dan Irak.

Para Senator meluluskan rancangan itu hari Kamis (21/5/2009) dengan suara 86 lawan 3.

Sebagian dana itu akan digunakan untuk meningkatkan jumlah tentara di Afghanistan — satu prioritas Presiden Barack Obama. Tetapi, penolakan dana untuk Guantanamo dapat menimbulkan pertentangan dengan presiden, yang telah bertekad untuk menutup sarana itu sebelum awal tahun depan.

Seperti yang dilaporkan Radio Voice Of America (VOA), rancangan Senat itu harus direkonsiliasi dengan 95,7 milyar dolar rancangan pembiayaan perang Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum rancangan terakhir dapat diajukan ke Gedung Putih untuk mendapat persetujuan.

Bush dan Cheney, sebaiknya “tutup mulut” dan banyak merenung pada saat ini !

Tidak pantas jika duet kepemimpinan yang sangat amat buruk citranya di mata rakyat AS dan dunia internasional ini, masih banyak bacot alias ngoceh saja mengkritik kebijakan Obama menutup penjara Guantanamo.

Besarnya hujatan dari dunia internasional akibat dampak-dampak hukum, HAM dan kemanusiaan yang timbul dibalik kemisteriusan penjara Guantanamo, adalah dosa yang tak termaafkan dari duet Bush dan Cheney.

Dan sebaiknya, Obama — atau siapa di AS — perlu sangat menyadari bahwa apapun yang terjadi di Guantanamo selama ini yang menjadi pemicu kritikan dan hujatan di bidang hukum, HAM dan kemanusiaan — semua itu bukan salah prajurit militer, petugas atau penyidik yang ada di Guantanamo.

Kesalahan dan tanggung-jawab secara total menyeluruh ada pada Bush dan Cheney !

Sentral utama dari semua kesalahan dan tanggung-jawab itu harus dituntut dari kedua orang ini. Sehingga, Obama dan rakyat AS harus bertanya kepada kedua orang ini, apa mau mereka sekarang setelah semua dampak yang ditimbulkan oleh penjara Guantanamo menjadi sangat TIDAK kondusif bagi AS.

Bush dan Cheney, termasuk juga Senator-Senator yang menolak anggaran penutupan itu , jangan menganggap bahwa mereka adalah pihak yang paling benar, paling tahu dan paling berhak menentukan kemana arah penanganan terorisme demi “NATIONAL SECURITY” atau keamanan nasional bagi AS.

Semua ada masanya, begitu dinasehatkan oleh orang yang bijak.

Ada masa untuk mengatas-namakan perang melawan teror agar bisa melakukan invasi ke sejumlah negara dan “menghajar” siapa saja yang dianggap terkait urusan terorisme.

Tetapi sekarang, ada masa untuk memulihkan dampak dari berbagai kebijakan yang salah kaprah dari pemerintahan Bush dan Cheney. Dan yang menerima warisan tak sedap dari Bush dan Cheney adalah Obama !

Sebenarnya, kalau Obama punya sedikit saja “keisengan atau ketegaan” maka biarkan saja Bush dan Cheney mempertanggung-jawabkan semua kebijakan mereka yang nyata-nyata salah serta melanggar hukum, HAM dan kemanusiaan. Tidak usah dilindungi atau ditutupi.

Mungkin, Bush dan Cheney lupa bahwa saat ini yang memegang kendali dan otoritas penuh untuk mengakses semua data dan dokumentasi kerahasiaan negara ada ditangan Presiden Obama.

Untung Bush dan Cheney hidup di AS sana. Coba kalau mereka hidup di Indonesia sini, maka keduanya tidak bakal bisa hidup tenang dan ongkang-ongkang kaki mengkritik pemerintahan baru. Mereka bisa didemo dan “dihajar” habis-habisan di semua media massa.

Sebab agak aneh dan lucu, jika ada pihak yang menjadi sumber permasalahan dan biang kerok dari munculnya kebijakan yang tidak populer bagi sebuah bangsa sebesar AS, sekarang ini masih punya kepercayaan diri dan begitu nyaring suaranya mengkritik pemerintahan baru yang sangat amat berat tugasnya membereskan semua permasalahan yang timbul akibat “kegilaan” Bush dan Cheney menangani terorisme.

Dan patut dapat diduga, ini adalah permainan politik tingkat tinggi dari lawan politik Obama yang terkalahkan dengan sangat telak pada Pemilihan Presiden bulan November 2008 lalu.

Mengapa disebut permainan politik tingkat tinggi ?

Ya, sebab keputusan menutup penjara Guantanamo adalah kebijakan pertama yang dikeluarkan Presiden Obama pasca pelantikannya bulan Januari lalu. Sehingga, kalau kebijakan maha penting ini menjadi awut-awutan dan terguncang karena tidak adanya persetujuan dalam hal anggaran maka akan mempermalukan Obama.

Tahukah mereka — jika benar dibalik ini semua ada permainan politik tingkat tinggi — bahwa jika patut dapat diduga ada lawan politik yang pro pada rezim dan partai politik yang menjadi “rumah” Presiden George W. Bush ingin mempermalukan Presiden Obama, maka satu hal yang penting disadari bahwa Obama bukan lagi Obama yang dulu.

Obama yang sekarang, adalah pemimpin AS yang sah dan konstitusional.

Obama yang sekarang, adalah ikon dan lambang kedigdayaan AS.

Sehingga, salah besar jika permasalahan negara dicampur-aduk dengan dendam politik atau sikap keras kepala yang terkontaminasi dengan sikap sok tahu, dari sisa-sisa kesombongan yang masih melekat pada Bush, Cheney, pendukung mereka dan Anggota Kongres AS yang tidak menyetujui anggaran penutupan penjara Guantanamo.

Kalau sudah kalah, ya terima saja kekalahan.

Dan harus satu antara kata dan perbuatan.

Jika memang memang sudah kalah, sportif memberikan ucapan selamat dan mengakui kemenangan Obama, maka sepanjang Obama memerintah wajib hukumnya bagi siapapun juga yang menjadi lawan politik Obama untuk memberi dukungan terhadap apapun kebijakan yang positif bagi AS.

Bush dan Cheney, harus malu kepada semua prajurit AS karena akibat kebijakan pemerintahan yang lalu di AS maka penterjemahan pada pelaksanaan taktis dan teknis di lapangan seputar penanganan terorisme menjadi simpang siur.

Sehingga, yang harusnya diakui disini adalah kesalahan soal penanganan terorisme (apapun bentuk kesalahannya), maka itu bukan kesalahan CIA, militer AS atau siapapun yang terkait dalam semua kebijakan keamanan sepanjang Bush menderita sakit paranoid kelas akut dalam menangani terorisme.

Tidakkah disadari, bahwa jiwa raga dikorbankan oleh prajurit-prajurit AS di berbagai medan pertempuran, hanya untuk memuaskan dan menjadi tempat pelampiasan sakit paranoid kelas akut yang diderita Bush ?

Dan soal Guantanamo, inilah yang justru termasuk kesalahan fatal dari Bush.

Jika penjara ini tidak ditutup, lalu apa formula penyelesaian yang oleh Bush dan Cheney dianggap paling baik agar penegakan hukum dalam penanganan terorisme itu tidak menerapkan hukum rimba yang menghalalkan praktek kekerasan ? Coba ditanyakan kepada Bush dan Cheney, apa formula terbaik yang menurut mereka perlu dilakukan ?

Jika mereka tidak menjawab, bagaimana kalau diterapkan cara bertanya dengan metode “WATER BOARDING” yaitu kepala mereka dibenamkan dalam air sampai megap-megap, agar mereka mau menjawab !

Ya, sebab kedua pemimpin ini sudah sangat keterlaluan.

Ketika mereka menjabat dan memerintah, otomatis seluruh perangkat keamanan harus mampu dan dituntut menterjemahkan secara cepat “perintah” dari panglima tertinggi mereka yang sakit paranoid kelas akut tadi.

Ternyata pemerintahan berganti di AS dan partai politik yang menjadi “kendaraan” politisi-politisi yang serumpun dengan Bush, kalah telak pada Pemilihan Presiden AS. Sudah sepantasnya, apapun juga langkah dan kebijakan yang diambil oleh Presiden Obama demi kepentingan rakyat AS memang harus terus didukung.

Kongres AS ibarat sedang melawak diatas panggung perpolitikan.

Anggaran untuk Irak dan Afghanistan disetujui, tetapi anggaran untuk penutupan penjara Guantanamo tidak disetujui. Entah dimana kecerdasan berpolitik dan moralitas para Senator ini, jika dalam memandang permasalahan sangat pelik — dimana situasi dan kondisi riil di penjara Guantanamo — sudah tak memungkinkan untuk dipertahankan.

Kongres AS ibarat sedang kurang kerjaan dan kurang lahan untuk mencari sensasi.

Akhirnya, yang mau dijadikan sasaran tembak justru Presiden Obama.

Sangat tidak pantas jika seorang presiden yang nyata-nyata sedang berusaha memulihkan dan menyelesaikan persoalan berat yang diwariskan pemerintahan yang lalu, justru dijegal dengan cara seperti ini.

Presiden Barack Obama sendiri sudah menyampaikan dalam pernyataannya baru-baru ini bahwa ia tetap akan menutup penjara militer Amerika di Teluk Guantanamo, Kuba, meskipun ada berbagai kritik di Amerika.

Dalam pidato yang disiarkan televisi secara nasional, Obama mengatakan ia akan menutup kamp tahanan Guantanamo yang diwariskan kepada dirinya mulai menjabat empat bulan lalu.

Obama mengatakan sebagian dari 240 tahanan yang menunggu proses pengadilan akan dikirim ke penjara-penjara Amerika dengan pengamanan sangat ketat dan nantinya akan diadili dalam pengadilan sipil, sementara lainnya akan menghadapi pengadilan militer.

Menurut Obama, pemerintahannya telah menyetujui pengiriman 50 tahanan ke negara-negara lain.

Lalu, menanggapi semua ini muncul komentar sinis dari mantan presiden Dick Cheney mengatakan dalam pidato hari Kamis di Washington bahwa keputusan Obama untuk menutup pusat tahanan itu dibuat dengan – dalam kata-katanya – “sedikit pertimbangan dan tanpa rencana”.

Kalau kami yang jadi Presiden Obama, maka harusnya dilayangkan pertanyaan sederhana kepada Dick Cheney, “What the hell are you talking about ? Shut up !”.

Komentar sinis itu ibarat tong kosong yang nyaring bunyinya. Sebab, rezim yang menyebabkan seluruh dampak buruk yang kini dihadapi AS, justru masih berani “berbunyi”.

Tetapi yang kini harus dilakukan Presiden Obama adalah tak gentar dan tak surut dalam melaksanakan kebijakan yang telah diambilnya dengan pertimbangan, kecermatan dan memegang teguh prinsip kehati-hatian demi tegaknya hukum, HAM dan kemanusiaan.

Sebagai seorang politisi, Obama tentu sudah menyiapkan dirinya untuk melewati “kerikil-kerikil tajam” yang memang biasa terjadi didalam kehidupan siapapun juga di dunia ini.

Obama, harus tetap menjadi pribadi bermental baja dan meyakini bahwa misi apapun yang diembannya untuk kebaikan bangsa, negara dan rakyat AS, sepanjang membawa misi kebaikan maka akan selalu ada jalan untuk mewujudkannya.

(MS)

Praha "Ranjang" Pangeran Kerajaan Kelantan Berbuah Pulangnya Princess Mano Ke Tanah Air


TULISAN UTAMA DI http://www.katakami.com

Dimuat juga di WWW.KATAKAMIX.BLOGSPOT.COM & WWW.KATAKAMINEWS.WORDPRESS.COM


Jakarta 1/6/2009 (KATAKAMI) Si Puteri Cantik Manohara Odilia Pinot kembali mendapat topik hangat pembicaraan di berbagai media massa. Kalau sebelumnya ia terus menerus diberitakan seputar sisi-sisi gelap rumah tangga yang dibangunnya bersama Pangeran dari Kerajaan Kelantan Malaysia (Tengku Fakhry), kini pemberitaan bergeser tentang pulangnya Princess Mano ke tanah air.

Tentu Indonesia menyambut baik kepulangan dara cantik yang lahir dari blasteran pasangan Perancis – Indonesia. Sehingga wajar kalau tulisan ini diawali dengan kalimat hangat, “Well, Welcome Home Princess Mano !”.

Kepulangan yang sangat dramatis dan mengharukan. Tentu perasaan sang bunda yaitu Deasy Fajarina sangat berbahagia sebab buah hati hati kesayangannya telah kembali ke tanah air hari Minggu (31/5/2009) kemarin.

Melihat tayangan berita infotaiment di televisi tentang peristiwa kepulangan Princess Mano ke tanah air, rasanya sangat menyentuh hati. Tanpa ulasan make-up yang berlebihan atau belepotan ala penari ronggeng, Princess Mano memang benar sangat amat cantik sekali. Ia bagai bidadari yang turun dari langit.


Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa perempuan secantik “bidadari yang turun dari langit itu”, harus ada tindak kekerasan dalam rumah tangga setiap kali hendak bersetubuh sebagai suami isteri ? Entah bagaimana cara menjabarkan kata demi kata atau kalimat demi kalimat, seandainya tindak kekerasan itu dilaporkan oleh Princess Mano kepada Pihak Kepolisian.

Ya bayangkan saja, saat nanti Princess Mano dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai SAKSI PELAPOR maka semua aib dan rahasia terdalam dari rumah tangganya yang serba menyiksa akan terbongkar habis-habisan.

Dan, sungguh kami mohon maaf kepada Pihak Malaysia — terutama kepada Pihak Kerajaan Kelantan — patutkah dapat diduga bahwa untuk bersetubuh saja, harus menggunakan pisau silet ? Apa yang disilet ? Vagina, selangkangan atau apa ? Rasanya kok sadis sekali, jika tindak kekerasan yang harus dialami seorang isteri, sampai sebegitu parahnya ?

Seks, dalam pandangan kami, adalah sesuatu yang memang dikaruniakan oleh Tuhan kepada manusia untuk menjadi sesuatu yang bisa dinikmati dan memang dibutuhkan. Tetapi, jenis dan bobot kebutuhan terhadap seks itu sudah sepantasnya dilakukan secara natural, wajar dan manusiawi. Jika pada prakteknya, teknis pelaksanaan seks itu sudah menyimpang, melebihi batas kepatutan dan kewajaran misalnya, maka seks bukan lagi sesuatu yang indah untuk dijalankan, didapatkan dan dinikmati.


Bahkan perempuan yang mencari makan lewat profesi atau pekerjaan sebagai seorang pekerja seks komersial atau LONTE atau PELACUR, tidak akan ada satupun didunia ini yang mau jika tubuh mereka — apalagi vagina mereka — disilet-silet dulu, baru berhubungan badan.

Apa ya, kekejaman seperti ini seperti membawa memori kita ke zaman PKI !

Bangsa Indonesia tidak akan pernah melupakan bagaimana kejamnya sejumlah oknum PKI — yang doyannya juga menyilet wajah atau tubuh –. Yang terbayangkan justru seperti ini, dulu di zaman PKI masih “sok jago” di negara ini, apakah untuk urusan bersetubuh saja maka vagina atau penis dari “partner”nya di ranjang harus disilet-silet ? Barangkali tidak akan segila itu sebab sejarah mencatat yang disilet PKI pada zaman dulu itu hanyalah anak-anak bangsa Indonesia yang tidak pernah mau berkompromi dengan gerakan komunisme.

Lalu, patut dapat diduga kekejaman seks yang dialami Princess Mano adalah kekejaman yang jauh lebih kejam dari PKI.

Jika misalnya Princess Mano harus ke dokter sepanjang pernikahannya untuk mengobati luka-luka bekas siletan itu, barangkali sang dokter bisa kena serangan jantung. Tentu saja sang dokter akan terperangah, apakah untuk bisa mencapai titik orgasme maka vagina sang isteri harus disileti ?

Gila kali !

Jangankan disilet, kalau lipatan celana dalam yang digunakan kaum perempuan tidak pas pada garis selangkangan maka akan membuat area sensitif itu menjadi nyeri dan buru-buru akan dibetulkan agar tidak menimbulkan sakit yang berkepanjangan.

Apalagi disilet !

Ya Tuhan, ini cerita kepedihan yang sudah tidak normal lagi diperbincangkan dimana-mana karena pasti akan membuat malu Kerajaan Kelantan dan Malaysia secara keseluruhan. Aib rumah tangga yang penuh dengan tindak kekerasan dari Sang Pangeran yang menjadi PUTERA MAHKOTA diumbar dan dimuat media massa internasional.

Tentu ini akan menjadi beban moral yang sangat memukul perasaan Paduka Raja & Ratu di Kerajaan Kelantan Malaysia.

Dapat dibayangkan dan dirasakan bahwa mereka akan sangat malu menghadapi semua tekanan yang ditimbulkan dari prahara pernikahan Sang Putera Mahkota dengan Princess Mano yang cantik jelita. Terbukti, hanya beberapa jam setelah Princess Mano kembali ke Indonesia, Paduka Raja & Ratu Kerajaan Kelantan dikabarkan langsung jatuh sakit.

Tidak ada orangtua di muka bumi ini yang menginginkan anaknya hidup menderita dengan menanggung malu, aib atau kegagalan. Termasuk juga, orangtua Tengku Fakhry dan Manohara. Oleh karena prahara pernikahan yang terumbar “keluar” maka masing-masing orangtua menjadi terbeban, terpukul dan ikut menanggung derita.

Siapa bilang bahwa kesalahan ini wajib dipikul oleh Tengku Fakhry saja ?

Dalam hal ini, yang harus ikut dipersalahkan adalah Ibunda Manohara & Manohara secara secara pribadi. Mengapa ? Ya, karena sebagai seorang Ibu, harusnya pergaulan sang anakl dimonitor dan dikawal dengan gaya didikan “Tut Wuri Handayani” yaitu mengikuti dari “belakang” kemanapun kaki sang anak melangkah di dalam kehidupan atau pergaulannya. Mengapa membiarkan Manohara menikah di usia yang relatif muda ? Jika patut dapat diduga, pernikahan itu terjadi karena adanya tindak pemerkosaan misalnya, lho … anda sebagai ibu kemana saja ?

Tidak mungkin, seorang Putera Mahkota dari sebuah Kerajaan, bisa berkeliaran kesana kemari seperti lalat yang butuh seks dan gampang-gampang saja memperkosa gadis di negara lain. Ya, tidak mungkinlah ! Patut dapat diduga memang ada hubungan sebab akibat yaitu rasa saling tertarik yang dirasakan di awal perjumpaan antara Putera Mahkota Kelantan dengan Princess Mano.

Kalau sekarang mau disebutkan bahwa dulu patut dapat diduga ada tindak pemerkosaan terhadap Mano, maka yang bisa dikatakan terhadap “dara cantik nan jelita” ini adalah … LU PUNYA OTAK ATAU TIDAK SEBAGAI PEREMPUAN ?

Tentu saja ini harus dipertanyakan kepada Mano, mengapa baru sekarang bacotnya “ngember” kemana-mana bahwa rumah tangga yang dibangunnya melulu berisi penyiksaan dan penderitaan. Jangankan bertahun-tahun, 5 menit saja ada perempuan yang harus disakiti secara fisik (apalagi jika benar harus disilet dulu jika hendak bersetubuh), pasti sudah “buru-buru” kabur dan melapor ke polisi.

Mano yang cantik jelit, kami mohon maaf karena harus mengatakan ini, bahwa patut dapat diduga Mano juga harus dipersalahkan dan jangan hanya mempersalahkan pihak suami.

Mano, dalam ajaran agama Islam sudah ditetapkan bahwa rahasia suami tidak pantas dibeberkan sampai ke masalah persetubuhan.

Segala hal yang dilakukan suami istri dalam proses hubungan intim, terlarang untuk diberitahukan kepada orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya manusia yang terburuk kedudukannya di hadapan Allah kelak adalah laki-laki yang berhubungan seks dengan istrinya, dan istrinya melakukan hal itu, kemudian ia (suami/istri atau keduanya) menyebarkan rahasia itu kepada orang lain.

Itu sebabnya, gunjang-ganjing mengenai urusan “RANJANG DARI KERAJAAN KELANTAN” ini harus dikendalikan dan tidak semakin memperburuk keadaan.

Kepulangan Mano ke Indonesia bukanlah sebuah akhir dari perjalanan panjang yang selama ini ditempuhnya bersama sang suami. Ia masih terlalu muda dan barangkali perlu untuk terus dibimbing. Statusnya masih resmi dan sah sebagai seorang isteri. Jika memang pernikahan itu hendak diakhiri, maka tempuhlah jalur yang diatur dalam agama dan hukum yang berlaku.

Mano, tidak bisa dibiarkan untuk terus menerus salah langkah didalam kehidupannya !

Beritahu ia bahwa statusnya masih tetap sah dan resmi sebagai seorang isteri. Tidak bisa seenaknya saja melanjutkan sekolah dan meneruskan kegiatan di dunia modelling, tetapi mencampakkan begitu saja mahligai rumah tangga yang dibangunnya bersama sang suami selama bertahun-tahun.

Ia harus didorong, didampingi dan dipastikan untuk tidak “terkorbankan” lagi, sepanjang menyelesaikan urusan rumah tangganya sampai mencapai solusi yang terbaik. Jangan ada pihak manapun yang menjadi provokator agar Mano menjadi corong yang bunyinya sangat sumbang mengenai kedua mertua dan sang suami yang ada di Kerajaan Kelantan.

Tempuhlah jalur hukum jika memang semua penderitaan fisik dan non fisik itu ingin diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Biarkan hukum yang mengadili dan memutuskan hukuman apa yang sesuai.

Tetapi jangan mengumbar rahasia ranjang pernikahan sebab mahligai rumah tangga yang dibangun Mano selama ini adalah mahligai yang sah dari sudut pandang agama dan hukum. Ia tidak bisa mengabaikan dua fondasi yang sangat kuat ini saat memutuskan untuk menikah dengan Putera Mahkota Kerajaan Kelantan.

Media massa di Indonesia juga harus bijaksana. Bad news is a bad news, not a good news. Siapa bilang, berita penyiksaan terhadap Mano adalah komoditi pemberitaan yang sangat amat “bagus” untuk dikorek sedalam-dalamnya segala sesuatu yang berisi tentang PENYIKSAAN SEKS.

Kita juga punya kewajiban moral untuk menjaga perasaan dan kehormatan dari Sri Paduka & Ratu Kerajaan Kelantan, serta Pemerintah Malaysia yang menjadi negara tetangga dan sahabat terdekat Indonesia. Janganlah gunjang-ganjing urusan “penis dan vagina” dalam rumah tangga Tengku Fakhry danManohara membuat hubungan Indonesia dan Malaysia menjadi terganggu.

Well, Welcome Home Princess Mano !!!

Selamat datang dan pulang kembali ke tanah air, Mano yang sangat mempesona. Cinta adalah sesuatu yang bisa muncul atau pergi begitu saja, tanpa kita sadari.

Cinta adalah membahagiakan orang yang kita cintai dengan cara apapun. Sayang, Mano belum mendapatkan kapal yang “menentramkan hati dan jiwa” pada pelabuhan cinta yang ada dalam diri Mano. Walau demikian, hakekat dari cinta tetaplah harus sama yaitu membahagiakan orang yang kita cintai.

Cinta Mano, bukan hanya tersangkut kepada sang suami, tetapi sudah menyebar dan dirasakan kehangatannya secara baik oleh Sang Paduka Raja & Ibunda Ratu di Kerajaan Kelantan Malaysia, beserta semua rakyat yang ada disana. Sehingga, Mano berkewajiban membahagiakan mereka — walau Mano sendiri merasa tidak bahagia –. Itulah konsekuensi dan tanggung-jawab yang harus dipikul oleh seorang PRINCESS (Puteri Menantu Kerajaan).

Kendalikan semua tutur kata dan cerita yang diumbar ke media massa dan pihak manapun. Mano, harus banyak berkonsultasi kepada Ibunda tercinta dan Pihak Penasehat Hukum agar segala sesuatu yang terjadi ke depan bisa lebih selaras dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Mano harus menyelesaikan urusan rumah tangga ini secepatnya dengan cara terbaik dan penuh damai. Jangan korbankan bangsa, negara dan rakyat Indonesia — untuk urusan ranjang pernikahan yang berisi penyiksaan dan penderitaan –.

Semua kesakitan demi kesakitan yang dialami selama ini, harus menjadi sebuah pembelajaran untuk pendewasaan diri. Jalan masih panjang, Mano.

Tataplah ke depan dengan senyuman yang memang begitu manis dan sangat mempesona dari seorang Mano. Tak perlu berstatus Pangeran, tetapi pesona dan kecantikan Mano PASTI akan membuka kesempatan yang jauh lebih baik untuk datangnya “kapal cinta yang terbaik” di pelabuhan hati Manohara.

Tetaplah tersenyum Mano agar kecantikanmu tetap terlihat indah. Dan buktikanlah juga, bahwa kecantikan itu tak cuma di paras wajah. Tetapi, kecantikan yang lebih cantik … juga ada didalam sebentuk hati Mano yaitu memiliki INNER BEAUTY yang lebih mempesona. Lupakanlah semua kepedihan dan luka-luka yang membekas sangat dalam di tubuh, hati, jiwa, pikiran dan semua rasa.

Iman dan taqwa kepada Sang Khalik akan menuntun ke arah jalan yang menjanjikan kebahagiaan.

Dan, satu hal yang tak boleh dilupakan atau diabaikan dari semua perjalanan panjang drama “Ranjang Kerajaan Kelantan” ini adalah memberikan hormat yang tinggi, penghargaan dan ucapan TERIMAKASIH kepada semua pihak / INSTANSI mana saja yang sudah bekerja keras dan menjalin kerjasama untuk “mengatasi situasi yang sulit” seputar pembebasan dan pemulangan Manohara..

Ini pekerjaan yang sangat rapi, membanggakan dan mengharukan, tanpa gunjang-ganjing dan pada akhirnya publik hanya tahu bahwa tiba-tiba Manohara sudah “pulang” ke tanah air. Mano memang tak pantas untuk dilukai terus menerus, bahkan jika itu dilakukan oleh suaminya sendiri.

(MS)

LAMPIRAN TULISAN KATAKAMI SEBELUMNYA TENTANG MANOHARA :


Opera Pernikahan Manohara Sang Dara Cantik Jelita Dengan Pangeran Kelantan, Mari Hormati Privacy Mereka & Jangan Semakin Dinistakan !

Jakarta 10 Mei 2009 (KATAKAMI) Sudah sebulan terakhir ini, nama Malaysia menjadi buah bibir yang tak terelakkan lagi di Indonesia. Sayang, pergunjingannya justru seputar kehidupan pribadi dari Manohara dengan Putera Mahkota Kerajaan Malaysia.

Jujur saja, ribut-ribut yang sangat ribut dari Ibunda Manohara (Daisy Fajarina, Red) tentang rumah tangga sang putri MANOHARA ODELIA PINOT yang sangat amat cantik jelita ini rasanya sudah terlalu berlebihan dan tidak disadarinya membuka aib diri sendiri yang patut dapat diduga telah gagal menjalankan kodratnya sebagai seorang ibu yang baik. Jika ia seorang ibu yang baik, sejak awal tentu tak akan mengizinkan Manohara menikah di usia yang relatif muda.

Manohara dinikahi Pangeran Kerajaan Kelantan Malaysia, Tengku Muhammad Fakhry.

Kurang bijaksana jika bola liar pemberitaan seputar rumah tangga Putera Mahkota Kerajaan Malaysia dibiarkan terlempar kesana kemari.

Semua media massa juga harus bisa dengan cerdas menahan diri untuk tidak memuntahkan aib rumah tangga Putera Mahkota Malaysia ini secara berlebihan. Kita tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah.

Jangan karena Ibunda Manohara adalah warga negara Indonesia maka semua media massa di Indonesia ramai-ramai menyerang Malaysia. Mari kita lebih berimbang dalam memberitakan hal yang dampaknya bisa mempengaruhi hubungan diplomatik dan persahabatan antar kedua negara.

Kami justru samasekali tidak ingin menyentuh isu seputar Manohara dalam konteks “gedebak-gedebuk” rumah tangga Manohara – Fachry. Alangkah bodohnya seorang Manohara jika pura-pura tersenyum manis tampil bersama sang suami dan Keluarga Besar Istana Kelantan Malaysia, sementara media massa di Indonesia habis-habisan mencaci-maki Sang Pengeran.

Jika ia disiksa, bicaralah disana dan keluarkan isi hati secara terbuka.

Jangan sok bersandiwara dan penuh kamuflase.

Jika pemberitaan dibuat menjadi sangat “horor”, maka patut dapat diduga senyum Manohara adalah senyum yang memuakkan penuh sandiwara. Tak tertutup kemungkinan, akan ada yang menganggap bahwa senyum Manohara adalah senyum dari seorang menantu yang mencoreng muka dan martabat Keluarga Kerajaan.

Padahal Manohara, sebenarnya membuat kita di Indonesia ikut bangga dan senang bahwa ada seorang anak bangsa yang berparas begitu cantik jelita. Luar biasa cantiknya. Walau papanya berdarah Perancis, tetapi darah Indonesia sangat kental terlihat dalam diri Manohara.

Tapi ada satu hal yang Manohara harus sadari bahwa kekerasan dalam rumah tangga siapapun dimuka bumi ini bisa dipersoalkan dan diperkarakan di muka hukum.

Jangankan di Malaysia, di Indonesia ini saja semua kejahatan seputar “kekerasan dalam rumah tangga” sudah dijadikan agenda penting bagi semua isteri dimanapun mereka berada. Laporkan pada Aparat Keamanan disana.

Bukan malah sok senyum sana senyum sini !

Bodoh sekali jadi perempuan (siapapun mereka) yang diam saja jika mengalami kekerasan dalam rumah tangga, dan malah sok tenang seakan tak terjadi apa-apa.

Jika kami yang jadi Keluarga Kerajaan, maka kami akan tersinggung karena hanya ulah seorang perempuan dibawah umur yang ibunya ngoceh kebanyakan kesana-kemari.

Tentu tersinggung karena negara sahabat yang menjadi tetangga terdekat jadi ramai-ramai menghujat hanya karena masalah pribadi.

Pakai dong otak dan hati nurani yang jernih dalam menyelesaikan permasalahan pribadi yang sangat sensitif.

Tidakkah dipertimbangkan bahwa hancurnya martabat Keluarga Kerajaan akibat dihina sebegitu rendah di negeri tetangga justru akan merepotkan dan merugikan Manohara.

Lama-lama ia bisa diceraikan dan disingkirkan dari Keluarga Kerajaan. Tetapi kalau memang niatnya ingin diceraikan oleh Sang Putra Mahkota, ya monggo saja.

Apa memang perceraian yang diinginkan ? Atau apa ?

Ibunda dari Manohara harus lebih bijaksana dan menahan dirilah sedikit. Jangan manfaatkan media massa untuk ramai-ramai menghujat Keluarga Kerajaan Malaysia. Anda seorang ibu dan kodrat dari seorang ibu adalah menjadi perempuan yang dengan sangat mengagumkan akan melindungi dan mendukung anak-anaknya.

Melindungikah namanya, jika menantu anda yang notabene seorang Putra Mahkota Kerajaan anda permalukan sebegitu nista ?

Melindungikah namanya, jika akhirnya nanti provokasi di media massa akan membuat Manohara menjadi janda kembang di usia yang relatif muda ?

Dan perlu diketahui bahwa gunjang-ganjing soal aib rumah tangga Manohara justru membuat gendang telinga sebagian masyarakat Indonesia juga menjadi sakit dan gerah untuk terus mendengarkan hal semacam ini.

Shut up !

Tutup mulut jika seluruh isi pembicaraan hanya berisi hujatan dan kalimat-kalimat memojokkan. Permasalahan yang seberat apapun, pasti akan bisa diselesaikan dengan solusi yang sangat manusiawi.

Tetapi, akan sulit menemui solusi yang “happy ending” jika cara menyelesaikannya mental kesana-kemari bagaikan bola liar tak terkendali.

Jangan salahkan POLRI yang seakan tak mau menangani masalah ini.

Tentu POLRI akan menjalankan tugas mereka dengan profesional. Apalagi ini skup-nya internasional, dan menyangkut Keluarga Kerajaan Malaysia.

Ada etika profesi yang harus dipatuhi dan dilaksanakan POLRI dalam menjalin koordinasi dengan Polisi Diraja Malaysia.

Begitu juga Departemen Luar Negeri yang berkoordinasi dengan Departemen Luar Negeri Malaysia.

Tolonglah, bijaksana sedikit. Hargai rumah tangga anak. Dan hormati martabat dari Keluarga Kerajaan Malaysia. Kita ini bisa dianggap sebagai bangsa penghujat yang tidak bijaksana.

Semua cerita seputar Manohara, mayoritas berisi dengan kata awal “Katanya Katanya Katanya”.

Semua orangtua, hendaklah merenungkan kalimat maha indah dari Puisi Khalil Gibran ini :

Dan dia berkata:
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan fikiranmu
Kerana mereka memiliki fikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan cuba menjadikan mereka sepertimu
Kerana hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan
Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh.
Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

(Dari ‘Cinta, Keindahan, Kesunyian’)

Ibu Daisy Fajarina, dalam bahasa yang lebih sederhana adalah sebagai orangtua yang harus dipegang dalam mendidik dan mendampingi perjalanan hidup anak adalah, “Tut Wuri Handayani”.

Biarkan anak menentukan jalan hidupnya dan ketika ia memang menghadapi masalah maka si anak yang akan memutuskan apakah ia meman membutuhkan pertolongan anda sebagai orangtua. Bukan anda yang harus berteriak-teriak sehisteris mungkin bahwa seolah-olah anda yang lebih tahu tentang isi rumah tangga si anak yang tinggal di negeri seberang.

Dalam budaya Tapanuli, dikenal istilah “Anak on i, do hamoraon di ahu”. Artinya, Anak saya adalah kekayaan saya yang paling utama didalam hidup. Semua manusia di muka bumi ini, pasti akan sangat mencintai anak-anak mereka dengan sepenuh hati dan dengan sepenuh jiwa. Tetapi anak bukanlah barang jajahan kita.

Percayakan segala sesuatunya pada proses dialog dengan pendekatan kuktur yang menyentuh hati.

Sekali lagi, seperti yang dikatakan dalam puisi Khalil Gibran, “Anak kita bukanlah kita, anak adalah titipan yang diberikan kepada kita”. Jika memang Pemerintah Indonesia, diminta untuk membantu penyelesaian yang terbaik maka Ibu Daisy Fajarina juga harus mengendalikan dirinya (terutama mengendalikan semua perkataan di media massa).

Putri anda menikah dengan anak bangsawan yang sangat dihormati, sehingga jangan menganggap pihak besan saja setara dengan seonggok sampah. Jagalah perasaan mereka dengan tidak membeberkan lebih banyak lagi aib atau kritikan-kritikan yang sangat tajam menusuk hati.

Dan untuk Manohara, tersenyumlah selalu dengan manis. Dihadapan mertua, suami dan rakyat di Kerajaan Kelantan Malaysia. Agar mereka tahu bahwa seorang dara asal Indonesia adalah pesona nan abadi sepanjang masa sehingga tak ada lagi derita atau siksa pada dirimu.

Keep smiling, Dear !

Keep smiling, Our Sweet Little Sister !

Keep Smiling, Princess Mano !

(MS)